Friday, June 8, 2012

Bangun Rumah, Kokodok dan Nyepi di Kampung Naga

Pembangunan Rumah
Seperti umumnya masyarakat Priangan, masyarakat Kampung Naga memiliki upacara khusus pada saat mendirikan rumah. Upacara ini terbagi kepada tiga tahapan. 
Tahapan pertama merupakan tahapan ngalelemah (meratakan tanah). Sebelum pekerjaan dimulai, seorang pawang dengan seperangkat sesajen dan dupa mapatkeun jampe-jampe (melapalkan jampi-jampi) sebagai pernyataan sanduk-sanduk (permohonan izin kepada leluhur) bahwa salah seorang Seuweu Putu Naga hendak mendirikan rumah. 
 
Tahapan kedua adalah tahapan dimana rumah sudah membentuk rangka. Dalam tahapan ini, barang-barang magis ikut dilibatkan. Diantaranya adalah tanaman tebu yang diikat pada setiap sudut rumah, setandan pisang masak, seikat padi dan bahan makanan lainnya, yang semuanya dikatkan pada kerangka atap rumah, sehelai kain merah putih diikatkan ditengah-tengah kerangka tersebut. 
 
Tahapan ketiga, merupakan tahapan terakhir. Tahapan ini disebut dengan ngaruat, suatu upacara selamatan selesainya pembangunan rumah. Biasanya diadakan dengan berdo'a bersama para tetangga dan makan bersama pula dengan jenis makanan yang khas, yaitu nasi tumpeng.

Kokodok
Kokodok berasal dari kata ngodok. Berarti meraba sesuatu dengan menggunakan tangan. Kokodok merupakan sebuah upacara adat masyarakat Kampung Naga yang memiliki esensi dari bentuk ketaatan mereka kepada Pemerintah. Ritual ini merupakan bentuk ritual pengambilan ikan di Sungai Ciwulan hanya dengan  menggunakan tangan. Satu sisi sungai di bendung supaya airnya surut, pada saat itulah ikan-ikan diambil dengan tangan.

Acara ini dipimpin oleh Kuncen dan dihadiri langsung oleh Bupati Kabupaten Tasikmalaya. Ikan hasil tangkapan lalu diserahkan kepada Bupati.

Nyepi
Ritual nyepi dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Naga sebanyak tiga kali dalam seminggu. Hari-hari tersebut meliputi hari Selasa, Rabu dan Sabtu.

Dengan melakukan ritual ini, masyarakat Kampung Naga berusaha mengembalikan dan memusatkan kekuatan-kekuatan yang hilang dalam dirinya karena jiwa mereka sudah tercemar oleh anasir  buruk atau pengaruh luar. Dengan cara ini pula mereka berusaha mengeluarkan isi jiwanya yang kotor dan berusaha mengisinya dengan kekuatan alam semesta yang baik.  

Berbeda dengan konsep nyepi yang dimiliki oleh kaum Hindu Bali, selama melakukan ritual nyepi, masyarakat Kampung Naga tetap melaksanakan rutinitas keseharian mereka termasuk bekerja. Selama menjalankan nyepi, mereka dilarang melakukan beberapa hal yang dianggap dapat mencemari niat. Salah satu dari pantangan tersebut adalah dilarang menceritakan sesuatu apapun yang berkenaan dengan adat istiadat mereka di waktu itu.

Bersambung…….

Tulisan ini merupakan serpihan-serpihan tulisan
dari skripsi penulis berjudul:

Da’wah Dan Tradisi Lokal
 (Studi Hajat Sasih Pada Masyarakat Adat Kampung Naga, Tasikmalaya dan Strategi Da’wah Terhadap Masyarakatnya)

0 comments:

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak dan tidak boleh ada SARA
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga tali Silaturrahim kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Yogi Hendra Kusnendar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...