Kampung Naga; Eksotisme Wisata Budaya

Sampai di Kampung Naga, sekilas kita akan merasakan kembali berada pada zaman dimana manusia masih murni tanpa tersentuh hingar bingar modernisasi. Terletak di kota Tasikmalaya, kampung ini merupakan salah satu perkampungan yang sangat erat memegang tradisi mereka dari zaman ke zaman. Utuh dan menyatu tak tergerus lekangnya waktu.

Pantai Pangandaran

Mendengar kata Pangandaran, pasti terbayangkan ombak laut yang tenang, pasir putih dan wisata cagar alam yang ada disana. Objek wisata yang merupakan primadona pantai di Jawa Barat ini terletak di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran dengan jarak ± 92 km arah selatan kota Ciamis.

Green Canyon; Trip To Paradise

Jika merasa terlalu jauh berkunjung ke Grand Canyon yang ada di Amerika sana, sekarang Anda tidak perlu terlalu kecewa lagi. Indonesia ternyata juga memiliki Green Canyon yang tak kalah cantiknya. Objek wisata mengagumkan ini sebenarnya merupakan aliran dari sungai Cijulang yang melintas menembus gua yang penuh dengan keindahan pesona stalaktif dan stalakmitnya.

Kawah Putih

Di ketinggian Gunung Patuha, tersembunyi keindahan bekas kawah tua yang unik. Bau belerang akan menyambut Anda begitu tiba di tebing kawah, menjadi sajian yang tidak terpisahan ketika mengagumi kawah berwarna hijau muda yang dikelilingi oleh pasir putih serta riak air dalam kawah yang bertabur asap tipis serta sesekali letupan lumpur hidup, menjadikannya sebuah atraksi alam yang tiada duanya.

Gunung Tangkuban Parahu

Duduk dengan anggunnya mendominasi panorama Bandung utara, Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung berapi yang masih aktif di Jawa Barat. Berada di ketinggian 2084 m dpl, gunung berbentuk unik ini telah menarik banyak pengunjung selama puluhan tahun yang datang untuk melihat lebih dekat kawahnya, menikmati panorama lembah sekelilingnya, serta lebih akrab dengan cerita rakyatnya yang terkenal, Sangkuriang.

Tuesday, July 31, 2012

Orang Miskin Dilarang Sekolah

Ironi Pendidikan Kita
Nostalgia enam tahun lalu, manakala seorang anak SMA berlari meninggalkan barisan pramuka di lapangan Kiarapayung, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Ahad siang itu, saat pembukaan Jambore Nasional 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Siswa SMA kelas II IPS Sandy Putra Bandung tersebut, berlari menuju podium di mana presiden berada. Dimas Gumilar Taufik (nama anak itu), sesampainya di podium langsung menyerahkan sebuah map putih kepada presiden tanpa berkata-kata. Hanya matanya nampak memerah dan berkaca-kaca menyiratkan sesuatu yang tidak sulit untuk dibaca. Malu, tapi harus dilakukan.

Aksi mengejutkan ini ternyata luput dari pengawasan pasukan pengamanan presiden (paspampres), yang langsung mengamankannya seusai kejadian. Ada apa gerangan? Kenapa Dimas begitu nekad menghampiri presiden? Apa yang diinginkannya? Ternyata aksi yang dilakukan Dimas ‘hanyalah’ untuk meminta bantuan biaya sekolah kepada presiden. Memakai kata ‘Hanyalah’ dalam tanda kutip disini, karena bagi sebagian orang, soal biaya sekolah tidak perlu melakukan aksi gila seperti itu dan langsung mencemooh apa yang dilakukan Dimas, sebagai cari sensasi dan memalukan. Ciss....
Namun Dimas mengatakan, dirinya sangat ingin sekolah dan menuntut banyak ilmu. Apa mau dikata kedua orangtuanya menganggur tanpa pekerjaan. Dirinya bingung hendak meminta bantuan kepada siapa. Sedangkan semua saudaranya juga sama-sama susah dan miskin. Boro-boro untuk nyekolahin anak, buat makan sekali sehari saja susahnya minta ampun.

Aksi yang dilakukan siswa cerdas dan aktif  ini, memang sengaja dilakukannya dan sudah ia persiapkan sebelumnya. Terbetik pikiran menyampaikan masalahnya langsung kepada presiden. Kenapa tidak? Toh bukan aksi kejahatan, bukan pula salah kirim. Ia berikan langsung kepada Presiden, karena di tangannyalah nasib pendidikan jutaan anak bangsa tergantung, termasuk dirinya. Tidak sesuai prosedur? Memang, tapi Dimas sadar jika sesuai prosedur, suratnya tidak akan sampai ke tangan presiden. Surat apa sih di negeri ini, kalau tanpa ada uang pelicin akan berhasil dengan sukses.

Presiden kaget memang, menerima surat tersebut. Namun dengan bijak ia menerimanya dan ia simpan untuk ditindak lanjuti. Namun sampai kapan akan disimpan kita tidak tahu, jika pun ternyata ditindak lanjuti dan Dimas dibantu biaya sekolahnya. Haruskah berjuta-juta pelajar di negeri ini pun melompat menghadap presiden dan menyampaikan permohonan bantuan biaya pendidikan seperti yang dilakukan Dimas? Karena selama ini mereka menangis, berteriak, berpeluh basah dan berdarah-darah, tidak jua diperhatikan oleh anak buah mister presiden tersebut. Atau haruskah mereka meneladani aksi teman-temannya, menggantung diri, menyisit urat nadi, meminum jus obat nyamuk dan memenggal kepala orang tua. Atau bisa jadi tidak sesadis itu, cukup dengan pergi ke jalanan, kumpul-kumpul dengan para preman, kemudian berbangga menjadi sampah masyarakat.

Ironis memang, nasib bangsa ini. Di saat melimpahnya kekayaan dan hidup mewah dinikmati segelintir orang di negeri ini. Di saat pejabat yang telah salah kita pilih menumpuk-numpuk uang haram, sebagai ganti pengeluarannya saat pemilihan dan di saat pemerintah pusat disiplin menggelar gaji ketiga belas.
Di saat orang kaya bingung membelanjakan uangnya. Di saat yang sama pula, ada seorang ibu yang mengutil demi sekolah anaknya, ada seorang bapak mencuri sepeda demi SPP anaknya yang nunggak lima bulan. Ada seorang ibu yang menghabisi anak-anaknya karena tidak kuat membiayai sekolah mereka. Ada jutaan anak yang terpaksa terjun ke jalanan, mengemis dan menghiba recehan untuk sekedar bisa makan. Dan ada seorang siswa yang berlari menghiba kepada presiden agar dibantu biaya sekolahnya.

Masih banyak ironi yang seringkali dipertontonkan oleh negeri ini. Ada tim pelajar Indonesia untuk olimpiade matematika internasional, gagal total mengikuti ajang tersebut gara-gara pemerintah malas mengurusi visa mereka, yang sebenarnya bisa diurus dengan dua atau tiga hari saja. Padahal mereka telah bersusah payah mengikuti seleksi, dilatih berbulan-bulan dan siap mengharumkan nama bangsa. Sementara di sisi lain pemerintah senantiasa rajin dan sangat bersemangat mendukung keberangkatan duta kehancuran moral bangsa, puteri Indonesia untuk beradu keberanian mengumbar syahwat dan aurat di ajang Miss Universe.

Anggaran pendidikan bertambah tidak kemudian menjadikan pelajar optimis akan tenang belajar tanpa dikejar-kejar guru BP menagih uang SPP. Hingga saat ini kita terus berharap sampai kapan mimpi buruk ini akan berakhir. Sampai puisi kehilangan kata-kata indah, sampai kata-kata kehilangan maknanya dan sampai makna malu mewarnai pendidikan negeri ini. Kosong, hampa tanpa jiwa.

Kejayaan Pendidikan Islam
Kejayaan pendidikan Islam di masa silam, jelas tidak gratisan juga. Bahkan mahal. Tapi, biaya tinggi penyelenggaraan pendidikan bermutu tidak dibebankan kepada masyarakat. Negara lah yang bertanggung jawab.

Menurut Abdurrahman al-Maliki dalam kitab As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla (1963), Negara berkewajiban menjamin kebutuhan pokok masyarakat akan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Ini mengacu kepada wasiat Rasulullah saw. yang diperkuat oleh ijma’ para Sahabat: “Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu.” (HR. Muslim)

Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru dan dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara alias gratis (Usus al-Ta’lim al-Manhaji: 12). Rasulullah misalnya, setelah memenangkan perang Badar, mempekerjakan sebagian tawanan untuk mengajari baca tulis sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya (Al-Mubarakfuri, 2005). Khalifah Umar ra dan Utsman ra memberikan gaji kepada para guru, muadzin dan imam shalat jamaah. Khalifah umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (Baitul Mal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas negara) (Azmi, 2002). Gaji untuk para guru mengaji anak-anak di zaman khalifah Umar setara dengan gaji Guru Besar sebuah universitas di Indonesia saat ini.

Sejak abad IV H para Khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan auditorium, asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan (Khalid, 1994).

Di antara perguruan tinggi terbesar masa Islam adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Al-Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah Al-Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah An-Nashiriyah di Kairo. Madrasah Al-Mustanshiriyah didirikan oleh khalifah Al-Mustanshir abad VI H dengan fasilitas yang lengkap. Selain memiliki auditorium dan perpustakaan, lembaga ini juga dilengkapi pemandian dan rumah sakit yang dokternya siap di tempat. (Khalid, 1994).

Pada era Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Muhammad Al-Fatih (w. 1481 M) juga menyediakan pendidikan secara gratis. Di Konstantinopel (Istambul) Sulthan membangun delapan sekolah, di sekolah-sekolah itu dibangun asrama siswa, lengkap dengan ruang tidur dan ruang makan. Sulthan memberikan beasiswa bulanan untuk para siswa. Dibangun pula sebuah perpustakaan khusus yang dikelola oleh pustakawan yang cakap dan berilmu. (Shalabi, 2004).

Jelas semua itu mahal biayanya. Tapi, sekali lagi, itu menjadi tanggung jawab negara. Tentu saja Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya untuk turut menyelenggarakan pendidikan. Sejarah mencatat, saat itu banyak warga kaya yang membangun Sekolah dan Universitas. Hampir di setiap kota besar, seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, atau Isfahan, terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang dibiayai wakaf pribadi. (Qahaf, 2005). Salah satunya adalah wakaf khusus untuk Syaikh Al-Azhar, berupa fasilitas kendaraan, asrama pelajar dan mahasiswa, alat-alat tulis, buku pegangan, termasuk beasiswa pendidikan. (Qahaf, 2005).

Kejayaan itu lahir karena pemimpin dan umat saat itu masih berpegang kuat pada dua warisan Rasulullah saw. yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Buktinya, setelah pemimpin dan umat mulai meninggalkan dua warisan tesebut akibat tergoda kenikmatan dan kemewahan duniawiyah, runtuhlah peradaban dan kejayaan kaum muslimin dengan sendirinya. Lalu, apalagi yang menghalangi kita untuk menanggulangi bencana pendidikan di negeri ini selain kembali ke pangkuan Al-Qur’an dan As-Sunnah?

Mendidik Dengan Iman

Suatu ketika, manakala Rasulullah saw. berkumpul bersama para shahabatnya di masjid, tiba-tiba datanglah seorang arab badui masuk ke masjid, dan orang badui itu buang air kecil di salah satu tiang masjid. Melihat perilaku tidak sopan dari orang badui tersebut, kontan para shahabat pun langsung emosi dan naik pitam.

Ketika para shahabat marah, bahkan dalam riwayat Ubaidullah bin Abdullah bin Mas’ud orang-orang ketika itu mengejarnya. Dengan tenang justeru Rasul saw. meminta para shahabatnya untuk menahan emosi mereka. Bahkan beliau memerintahkan para shahabatnya untuk menyiram bekas kencingnya tadi dengan satu ember air.

Peristiwa ini direkam oleh para shahabat seperti telah diungkapkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari (dapat dilihat dalam Kitabul Wudhu`).

Bila kita melihat kisah ini, mungkin kita akan sedikit mengerutkan dahi. Mengapa demikian? Sebab apa yang dilakukan orang arab badui tadi adalah perilaku yang sangat tidak sopan, bahkan wajar jika  diperingatkan dengan keras dikarenakan telah menodai tempat yang disucikan kaum Muslimin, yaitu masjid.

 Seandainya hal itu terjadi di zaman sekarang, mungkin keributan tidak dapat dielakan lagi. Beruntung peristiwa itu terjadi ketika Nabi saw. masih hidup. Padahal saat ini lembaga pendidikan Islam sudah bertebaran di mana-mana dengan berbagai macam system manajemen dan kurikulum yang cukup ketat dan kreatif. Tapi hasilnya hanya melahirkan orang-orang yang mudah emosi, jauh dari akhlaq qur`ani, sebatas pintar di kelas tapi bodoh di masyarakat. Metode pengajaran pun telah banyak dikembangkan, ini dapat kita jumpai dengan banyaknya buku-buku yang menjelaskan tentang metode pengajaran yang baik, kreatif, imajinatif hampir di setiap toko buku.

Jika dibandingkan dengan metode pendidikan di zaman Rasulullah saw., sepertinya tidak terlalu beda dengan sekarang. Kalau pun berbeda, hanya dalam hal yang bersifat teknis saja (salah satunya evaluasi tertulis). Lalu apa yang kurang dalam sistem pendidikan kita dewasa ini?

Mari kita lihat bagaimana Rasulullah saw mendidik para shahabatnya, seperti dalam kisah tadi. Pertama, Rasulullah saw mendidik para shahabatnya dengan penuh kesabaran dan ketenangan. Bayangkan, Rasulullah saw. sering mengajak para shahabatnya untuk memelihara kebersihan dan kesucian, hal ini dapat terlihat dari banyaknya hadis yang menjelaskan tentang berwudhu, mandi, tayamum, bahkan Rasulullah saw. pernah mengajarkan kepada para shahabatnya tentang hukuman orang yang tidak menjadikan sutrah (penghalang) ketika buang air kecilnya, tiada lain orang tersebut akan diadzab dengan adzab yang tidak ringan -sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas-. Apa yang dilakukan oleh orang badui itu bukan hanya kemaksiatan tapi sudah penodaan dan penghinaan, wajar jika para shahabat yang menyaksikannya marah. Tapi karena Rasulullah adalah seorang pendidik yang handal, ia tidak serta merta menyalahkan orang badui itu, karena beliau tahu apa yang dilakukan orang badui itu didasari dengan ketidak tahuan.

Sebagai pendidik yang bijak harus mampu memadukan antara ketegasan atas sebuah urusan dan kelembutan sehingga tidak membuat orang kabur karena takut. Dengan penuh kesabaran dan ketenangan beliau harus mampu menjelaskan bahwa apa yang dilakukan orang badui itu adalah tindakan yang salah, tetapi juga tidak membuat orang badui itu lari karena merasa bersalah.

Maka Rasulullah saw meminta para shahabat yang emosi tadi untuk membiarkan orang badui tadi buang air kecil, setelah selesai Rasul pun menyuruh para shahabat untuk menyiramnya. Dengan demikian orang badui tadi tahu bahwa apa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan, tetapi tidak menyebabkan dirinya merasa disalahkan sehingga mengakibatkan dirinya lari dan benci. Karenanya dengan penuh kesababaran dan ketenanganlah sikap bijak akan muncul.

Kedua, sesungguhnya apa yang dilakukan Rasul dalam menyelesaikan masalah ini, bukan hanya mengajarkan kepada  orang badui saja, tapi juga mengajarkan kepada para shahabat yang menyaksikan peristiwa itu bagaimana cara mensikapi suatu permasalahan, termasuk memberikan keteladanan kepada kita saat ini yang hanya mampu membaca kisahnya setelah berabad-abad lamanya. Hal ini tiada lain karena Rasulullah saw memberikan keteladanan dalam mendidik, bukan sekadar teori yang memungkinkan terjadinya salah persepsi.

Ketiga, pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw bersumber dari kekuatan ini. Kekuatan yang mampu menggetarkan jiwa para peserta didiknya, kekuatan yang senantiasa muncul di saat diperlukan, kekuatan yang selalu memberikan pengaruh perubahan terhadap orang yang menyaksikan, mendengar, dan membaca kisahnya. Itulah kekuatan iman.

Sebaik apa pun system pendidikan, sehebat apa pun kurikulam pengajaran, tidak akan memberikan pengaruh perubahan dalam diri peserta didik. Tidak ada dalam sejarah mana pun orang mengakui kesalahan dirinya dan menuntut kepada pemimpin untuk dihukum kecuali pada zaman Rasulullah saw. Yang dibangun oleh Rasul dalam mendidik dan membina para shahabatnya adalah kekuatan iman kepada Allah Swt.

Maksudnya adalah orientasi dalam setiap pembelajaran adalah berorientasi kepada nilai-nilai ukhrawi. Ketika melakukan sebuah kebajikan, maka surga ganjaran terbesarnya, sebaliknya ketika melakukan kemaksiatan, maka neraka ganjaran kepedihannya. Dengan demikian muncul sikap mengharap (raja) dan takut (khauf) terhadap Allah Swt. Sikap demikian akan menghasilkan sikap yang istiqamah dalam bertindak, sebab orientasi demikian bersifat kekal, tidak berubah karena kondisi apa pun.

Berbeda jika orientasinya hanya duniawi belaka, seperti supaya bisa sukses, supaya menjadi orang kaya, supaya menjadi orang terpandang dan lain sebagainya. Ketika hal itu sudah tercapai, maka pengaruh nilai-nilai yang diajarkan kepadanya akan hilang, atau orientasinya bisa berubah tergantung kondisi, dan biasanya orientasi-orientasi yang bersifat duniawi hanya diukur oleh materi dan cenderung melupakan etika dan akhlaq, sehingga dapat menghalalkan segala cara. Bila itu yang terjadi, maka tunggulah kehancurannya.

Apa yang dilakukan Rasul adalah membangun kekuatan iman dalam diri. Umatnya dituntut untuk taat kepada aturan Allah dan Rasul-Nya. Begitupun bagi para pendidik, yang harus pertama kali dibangun bukanlah hanya sebatas teknik pengajaran, bukanlah semata metode mendidik, tapi bangunlah pertama kali dalam diri kekuatan iman.  Kekuatan transedental yang memiliki daya ubah lebih dahsyat dari sekadar teknik atau metode mendidik biasa. Lihatlah para alumni madrasah Rasulullah, mereka mampu membuka cakrawala baru terhadap dunia, mereka mampu menumbangkan dua peradaban yang berdiri dengan angkuh padahal sangat rapuh, yaitu Persia dan Romawi. Terbukti, ketika peradaban Islam maju, kekuasaan Persia tak berdaya dan kekuasaan Romawi terjungkal. Sehingga ketika Islam mengalami masa kejayaan, mereka mengalami The Dark Age (masa kegelapan). Ketika di kota-kota Islam jalanan dipenuhi oleh lampu-lampu penerang, mereka bahkan tak mampu melihat jalan di kegelapan malam. Ketika di kota-kota Islam banyak digelar majelis-majelis ilmu, mereka banyak mengalami penyiksaan karena harus menjalankan kerja paksa atau akibat menentang pemerintahan.

Kini, kekuatan itu sedikit demi sedikit menghilang walau belum padam. Banyak yang tahu dahsyatnya kekuatan itu, tapi jarang sekali yang ingin menggunakannya. Padahal sudah banyak yang pernah menggunakannya dan berhasil. Itu tergantung kepada kemauan kita sebagai pendidik diri. Akankah umat dididik dan dibina dengan ukuran materi semata atau dengan kekuatan iman? Ibda` bi nafsik!

Agung Aditya Subhan


Monday, July 30, 2012

Al-Qur'an dan Mu'jizat Keilmuan

Seputar Istilah Mu’jizat
Dalam pengertian umum, mu’jizat merupakan isim fâ’iI dari a’jaza  yu’jizu i’jâzan artinya sesuatu yang dapat membuktikan kelemahan. Menurut Al Qathân dalam mabâhits fî‘ulumil Qur’an disebutkan, yang disebut I’jâz adalah tampaknya kebenaran Nabi saw. dalam pengakuannya sebagai seorang pengemban risalah dengan membuktikan kelemahan bangsa Arab untuk menghadapi mu’jizat yang abadi, yaitu Al Qur’anul Karim. Dengan makna itu, maka muncullah definisi istilah yang popular sebagai berikut : “ Sesuatu hal yang luar biasa (Amrun Khâriqun) dengan disertai tantangan dan selamat dari perlawanan “ (al Qathân, 1420, hal. 258-259).

Sisi perbedaan dengan mu’jizat yang diberikan kepada nabi-nabi lain, adalah keabadian mu’jizat itu senantiasa kekal sepanjang zaman, sementara mu’jizat nabi-nabi lainnya lenyap seiring hilangnya penerima mu’jizat. Hal ini dikarenakan risalah kenabian nabi Muhammad saw bersifat menyeluruh, sedangkan nabi-nabi lain bersifat khusus ( Muhammad Bahr Isma’il dalam Dirâsat fî ‘ulûmil Qur’ân, 1411, hal 394).

Dalam bahasa as Suyuthi dalam al- Itqân, mu’jizat yang sampai kepada nabi-nabi lain bersifat empirik fisik (hissiyyah), sedangkan mu’jizat yang sampai kepada nabi Muhammad  saw. bersifat ‘aqliyah atau memerlukan pendalaman akal (bashîrah). (As Suyuthi, 1418, hal, 3-4).

Pandangan-pandangan tersebut, didukung hadits nabi saw. : “ Tidak seorang nabipun yang diutus, melainkan dikaruniakan kepadanya bukti-bukti kenabian (yang berlaku terbatas sesuai kondisi kaumnya) , sedangkan bukti kenabian yang disampaikan kepadaku adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepadaku (berlaku terus menerus tak terbatas waktu dan tempat )” (HR. Al Bukhari, no.4696 dan Muslim, no. 152).

Ada banyak keistimewaan dalam Al Qur’an, dimana seseorang tidak akan mampu memahaminya, melainkan menggunakan nalar akalnya, mengkaji dan meneliti serta merenungkannya. Persinggungannya dengan akal, al Qur’an senantiasa sesuai dengan situasi dan kondisi manapun, kekal sepanjang zaman, seiring dengan berjalannya da’wah Islamiyah. Demikian komentar Fathimah Isma’il Muhammad Isma’il dalam Al Qur’ân wan Nazharul ‘Aqli, hal.192. Atau dalam bahasa Muhammad al Ghazali dalam Kaifa Nata’âmal ma’al Qur’ân bahwa mu’jizat al Qur’an bersifat mujarridah mustamirrah wa daimah (artinya lintas zaman, sinambung dan tetap). (Muhammad Ghazali, 1413, hal.140).

Dengan demikian, sangatlah wajar apabila Ibnu Taimiyyah mengatakan “Huwa Kâfin fid Da’wah wal Bayân wa huwa Kâfin fil Hujaj wal Burhân “ (artinya : kemu’jizatan al Qura’an cukup untuk dijadikan pijakan dalam da’wah, penjelasan, argument dan penerangan). (lihat Fathimah Isma’il, hal. 192)

Mu’jizat Keilmuan Dalam Al Qur’an
Dalam  pandangan  mayoritas ulama, mu’jizat keilmuan dalam al Qur’an minimalnya ada empat aspek yang sangat jelas, yaitu aspek kebahasaan (al-I’jâz al-lughawy), aspek ilmiyah (al-I’jâz al ‘Ilmy), aspek hukum (al-I’jâz at-Tasyrî’) dan aspek pemberitaan masalah ghaib (I’jâzul Qur’ân bistimâlihil Ghaib).
Nampaknya, para ulama klasik lebih tertarik dalam  memaparkan kemu’jizatan al Qur’an dalam aspek kebahasaan, hukum dan pemberitaan ghaib.

Model pendekatan tersebut tidaklah keliru, namun ketika berinteraksi dengan al Qur’an (dalam konteks kekinian), alangkah baiknya apabila aspek Ilmiyah (I’jâz al-Ilmy) lebih mendapat perhatian agar mu’jizat keilmuan benar-benar mendapatkan tempat yang sepadan sesuai dengan fithrah zaman, sehingga pesan-pesan al Qur’an yang sangat menjunjung tinggi peradaban dan  keilmuan serta perhatian yang sangat dalam  mengenai pemberdayaan alam yang menyebabkan al Qur’an sebagai segala sumber inspirasi ilmu tidak terbelenggu dengan kesan-kesan lokal dan sektoral, melainkan universal dan rahmatan lil ‘alamin. Hal ini adalah sangat wajar, mengingat objek al Qur’an itu adalah manusia dan objek manusia adalah ilmu, penelitian dan penemuan, semuanya telah menjadi tugas kekhalifahan  manusia untuk memakmurkan  jagat raya ini. (Muhammad al Ghazali, 1413, hal. 137)

Ketika ‘sesuatu itu’ sudah ditemukan, maka hasil penemuan itu bukanlah mu’jizat lagi, karena ilmu sudah berhasil mengungkap hal-hal yang melebihi isyarat-isyarat yang ada dalam al Qur’an. Oleh karenanya, menurut Muhammad al Ghazali, yang dimaksud I’jâz al-Ilmy dalam al Qur’an adalah pengungkapan suatu rahasia yang ada pada waktu itu manusia tidak mampu mengetahuinya sama sekali dan baru pada abad-abad kemudian diketahuilah bahwa yang diungkapkan al Qur’an itu benar. Itu membuktikan kebenaran isyarat al Qur’an. Misalnya peristiwa Isrâ’ (berjalannya nabi dari Masjidil Harâm ke Masjidil Aqshâ), itu merupakan bentuk mu’jizat material yang terjadi pada waktu tertentu, tetapi Isrâ’ tidak dianggap sebagai mu’jizat yang kekal, karena yang kekal hanyalah al Qur’an (Muhammad al Ghazali,1413, hal.138)

Kalaulah ditela’ah dari penafsiran definitif, nampaknya ada perbedaan linguistik (khilâful lafzhi) dalam penafsirannya , dimana para ulama terdahulu lebih mendefinisikan ‘kekalnya mu’jizat’, sedangkan pemikir kontemporer (dalam hal ini Muhammad al Ghazali) menafsirkan adanya ‘keterbatasan  mu’jizat’ yang tidak kekal tanpa menafikan kekalnya mu’jizat al Qur’an. Oleh karenanya, kerapkali pemikiran al Ghazali ini ataupun yang sefaham dengannya mendapat kritikan yang cukup serius dari para ulama yang berhaluan salaf.

Pembuktian Aspek Ilmiyah Kemu’jizatan Al Qur’an
Al Quran merupakan kitab ‘akidah dan hidayah, satu kitab yang selalu mendorong agar manusia menggunakan ‘nalar ilmiyah’. Tidaklah al Qur’an melahirtkan teori baru secara langsung yang selalu berubah, melainkan mendorong untuk berfikir dan memperhatikan alam. Al Qur’an tidak mengebiri kreativitas akal dalam memikirkan alam semesta atau menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan yang dapat dicapai. Itulah keajaiban al Qur’an yang tidak terjadi pada kitab-kitab sebelumnya. Allah Azza Wa Jalla berfirman :

“ Katakanlah olehmu (Muhammad), perhatikanlah apa-apa yang ada di langit dan di bumi…….(QS.  Yunus/10 : 101)
Demikian pula ayat berikut ini :

“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal” (QS. Ali Imran/3 : 190)

Ayat tersebut turun sebagai jawaban Allah atas pertanyaan orang-orang Quraisy kepada Nabi saw., di mana sebelumnya mereka bertanya kepada orang Yahudi tentang mu’jizat nabi Musa dan bertanya kepada orang Nashrani tentang mu’jizat nabi Isa, lalu mereka bertanya kepada nabi Saw., kiranya Nabi saw. memohon kepada Allah untuk menjadikan bukit shafa menjadi gunung emas. Lalu Nabi Saw., berdo’a dan Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat ini. ( Khalid Abdurrahman Al- ‘Akk,  Shafwatul Bayân Li Ma’ânil Qur’ân, cet ke-1, h. 75).

Sedemikian jauhnya al Qur’an menatap peradaban ke depan dan melakukan berbagai motivasi kepada manusia untuk selalu memperhatikan berbagai gejala alam (ayatul kaun) yang terbentang dalam ayat-ayat Nya. Dari berbagai renungan para ulama dan observasi para ilmuwan di lapangan, melahirkan ‘penemuan-penemuan baru’ di mana al Qur’an sudah lebih dahulu menggambarkannya ketimbang penemuan manusia, mulai masalah bulan sabit (al hilâl) (QS. Al Baqarah/2:189) sampai ihwal kejadian alam semesta (QS. Al Anbiyâ/21:30), dari ihwal awan dan hujan (QS. An Nûr/24:43) sampai petir (QS. Ar Ra’d/13:13), dari masalah reproduksi sampai geneologi (QS. Al Qiyâmah/75:36-39), An Najm/53:45-46), Al Wâqi’ah/56:58-59), Al Baqarah/2:223, Al Insân/76:22 dan Al Mu’minûn ) dari ihwal gunung (QS. An Naml/27:88, An Naba/78:7) sampai ihwal pemisah dua laut (QS. Al Furqan/25:53).

Diantara kitab-kitab yang banyak mengupas masalah mu’jizat keilmuan dalam al Qur’an  adalah : Qishatul Khalq Rihlah Imâniyah Mashiriyah Fi ‘A’mâqil Qur’ânil Karîm oleh Samihah Ibrahim Mas’ud, al Qur’ân wa Ulûmul Ardh oleh Muhammad Samih ‘Afiyat, Al I’jâzut  Thibby oleh DR. Sayyid al Jumali, Isyarat Qur’âniyah li Ulûmil Ardh (Maqalah Ilmiyah) oleh DR. Zaghul Raghib al Najar, Konsep Qur’an Tentang Sejarah (terj.) oleh Mazherudin Siddiqi, Ensiklopedia Ilmiyah dalam Al Qur’an dan As Sunnah (terj.) oleh DR. Abdul Basith Al Jamal dan DR Daliya Siddiq Al Jamal, Jelajah Alam bersama Al Qur’an (terj.) oelh DR. Maurice Bucaile dan DR. Zakir Naik, dan The Gloroious Koran and Modern Science The Greatest Surprice oleh MD. Anisur Rahman (Ilmuwan Fisika Rajshahi University Bangladesh).

Kesimpulan
Dari  ulasan sederhana ini, dapat disimpulkan bahwa al Quranul Karim sebagai kalam Allah mengandung I’jâz yang sangat tinggi mengingat kandungannya sangat lengkap serta abadi sepanjang hayat sebagai kiatab hidayah yang mampu menyadatrlkan semua ummat manusia yang mendapatkan petunjuknya dan mampu melemahkan musuh-musuh yang menolaknya.

“Dialah (Allah) yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (al Qur’an) dan agama yang haq supaya mengalahkan semua agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya” (QS. At Taubah/9:33).

Keutamaan Shaum Ramadhan

Masih dalam suasana ramadhan, saya kutipkan tulisan dari Buletin Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da'wah mengenai keutamaan yang ada dibalik shaum ramadhan karya saudara Deni Wahyudin. Selamat Membaca!
 
Rasulullah saw. bersabda: “Telah datang kepadamu Ramadhan bulan penuh berkah dan Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian untuk shaum, pintu surga akan dibuka lebar-lebar, dan pintu neraka akan ditutup, para setan akan dibelenggu. Sebuah malam yang lebih utama dibandingkan seribu bulan, barang siapa yang diharamkan dari (pahala) Ramadhan, maka ia diharamkan (dari pahala kebaikan lainnya)”. (Hadits shahih dituliskan dalam Shahih Nasa’i dan menurut Syaikh Al-Bani Hadits ini Shahih).

Sebentar lagi kita memasuki bulan yang agung yaitu bulan suci Ramadhan, bulan al-Qur`an di turunkan, bulan penuh lantunan dzikir, bulan menahan hawa nafsu, bulan penuh taubat, bulan penuh limpahan ampunan dan bulan penuh kemuliaan.

Betapa banyak keinginan dan harapan kita untuk merasakan shaum di bulan suci Ramadhan, namun semua itu tiba-tiba lenyap dan hilang menuju gelapnya liang kubur, betapa banyak manusia menganggap bulan Ramadhan itu seperti bulan biasa, hanya lapar di siang hari, siang hari tidur di atas ranjang hingga tiba waktu ashar, malam harinya yang ada hanya obrolan dan bergadang hingga fajar tiba.

Padahal keutamaan-keutamaan Ramadhan itu banyak sekali, di antaranya seperti disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: “jika Ramadhan tiba, pintu-pintu surge di buka, pintu-pintu neraka di tutup rapat-rapat, setan-setan di belenggu.” (Muttafaq ‘Alaih).

“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: setiap perbuatan anak Adam dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat, Allah berfirman: kecuali shaum, shaum untukku dan Aku yang membalasnya. Ia meninggalkan nafsu, makan dan minumnya untuk-Ku. Orang yang bershaum memiliki dua waktu bergembira; saat berbuka dan waktu berjumpa Rabbnya, bau mulut orang yang bershaum lebih harum di sisi-Nya dari pada minyak kasturi .” (Muttafaq ‘Alaih)

“Dari Sahl bin Sa’ad ra., Rasulullah saw. bersabda: surga memiliki delapan pintu, di antara pintu tersebut dinamakan Al-Rayyan, tidak ada yang melalui pintu tersebut kecuali orang-orang yang bershaum.” (muttafaq ‘alaih) (lihat Fiqih Shaum Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah Al-Tuwajiriy hal. 4)

Itulah beberapa keutamaan shaum di bulan Ramadhan dan tentunya masih banyak lagi keutamaan-keutamaan lainnya.

Di antara faedah terpenting dari shaum adalah dapat melatih dan mendidik hati untuk selalu takut kepada Allah swt. dan membiasakannya takut dan malu kepada Allah swt. Imam Al-Qasthalani mengatakan “Shaum itu mempunyai nilai-nilai yang tinggi, di antaranya; dapat menjadikan hati kita lembut dan air mata gampang mengalir, itulah yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Sesungguhnya kekenyangan itu akan menghilangkan cahaya kebajikan, dan menjadikan kerasnya hati serta mendorong untuk berbuat yang haram.”

Harits bin Kaldah, seorang dokter terkenal di arab mengatakan: “menjaga makan adalah obat dari penyakit sedangkan perut adalah sumber penyakit.”

Dzun Nun Al-Misry ra. mengatakan: “buatlah lapar di siang hari dan dirikanlah ibadah di ujung malam, niscaya anda akan melihat keajaiban dari Maha Merajai dan Maha Perkasa.” (Ramadhan Sepanjang Masa, DR. Ibrahim Ad-Duwaisy hal. 28-29).

Menahan makan dan minum di bulan Ramadhan bukanlah tujuan utama. Semua itu adalah sarana untuk melembutkan jiwa dan melunakkan kerasnya hati, hingga dapat selalu takut kepada Allah swt. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak peduli lagi dengan usahanya dalam meninggalkan makan dan minum.” (H.R. Bukhari).

Itulah hakikat shaum, jika shaum itu hanya sekedar perintah menahan makan dan minum saja, alangkah mudah dan remehnya shaum itu. Hendaknya pandangan, penglihatan dan lisan kita pun terus bershaum, berhenti dari dusta dan hal-hal yang diharamkan.

Indikasi dari “kesuksesan” shaum adalah munculnya rasa takut kepada Allah dan senantiasa di awali oleh-Nya. Jika hal itu tidak ada pada diri kita, maka berhati-hatilah, jangan-jangan kita termasuk dalam golongan orang yang disebut oleh Rasulullah: “berapa banyak orang shaum, hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, dan berapa banyak orang yang mendirikan ibadah di malam hari, hanya mendapatkan begadang saja.”
(H.R. An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban).

Maka dari itu, ada beberapa hikmah shaum di bulan Ramadhan:
  • Shaum sebagai cara untuk bertakwa kepada Allah dan melakukan kewajiban dan meninggalkan larangan.
  • Shaum membiasakan seseorang untuk menguasai diri, mengekang nafsu, melatih bertanggung jawab dan sabar dalam menghadapi kesulitan.
  • Shaum menjadikan seorang muslim merasakan penderitaan sesamanya, hingga mendorongnya untuk membantu dan berbuat baik kepada fakir miskin, dengan demikian akan terwujud rasa cinta dan persaudaraan.
  • Shaum sebagai pencuci jiwa (tazkiyah nafs) membersihkan hati dari akhlak tercela. Selain sebagai waktu istirahat bagi anggota pencernaan dari pemenuhan dan proses pengosongan makanan hingga kembali berenergi dan bersemangat.

Shaum Ramadhan satu di antara rukun Islam. Allah mewajibkan shaum pada tahun kedua hijrah. Bulan Ramadhan bulan terbaik, malam sepuluh akhir Ramadhan lebih baik dari malam sepuluh awal Dzulhijjah. Sedangkan siang hari 10 awal Dzulhijjah dari siang hari sepuluh akhir Ramadhan, hari Jum’at hari terbaik diantara hari-hari dalam sepekan, hari raya ‘Idhul ‘Adha hari terbaik dalam sepanjang tahun sedangkan lailatul qadar malam terbaik dalam sepanjang tahun.

Ramadhan sungguh indah sekali. Hari-harinya sungguh menyenangkan, subhanallah kenikmatan ini belum pernah kita rasakan kecuali di bulan suci ini. Barang siapa yang mencari kebaikan akan diberikan dan yang mencari jalan akan menemukannya, dan orang yang memohon kepada Allah akan dibantu seperti yang difirmankan Allah dalam hadits qudsi: “barang siapa yang mendekat kepadaku sejengkal maka Aku (Allah) akan mendekat kepada-Nya lebih dari itu.” (H.R. Bukhari-Muslim)

Jika kita tahu bahwa Ramadhan adalah bulan hadiah bagi umat Islam yang memberikan kesempatan emas untuk bertaubat dan meraih kesempurnaan diri melalui taqwa. Rasululah bersabda “padaku ditimpakan umur-umur umat terdahulu, begitu panjangnya umur mereka dan begitu singkat umur umatku, amal umatku pun tidak sepadan dengan amal umat sebelumku. Maka Allah memberikan lailatul qadar pada malam-malam Ramadhan yang satu malamnya lebih baik dari seribu bulan.” (H.R. Imam Malik)

Tumbuhkan di hati kita untuk memburu pahala dengan merasa faqir dan miskin pahala dan selalu memacu untuk beribadah kepada Allah itu sebagai kunci imanan wahtisaban. Ramadhan adalah kesempatan untuk memburu sekian banyak amal shalih sesuai dengan kemampuan kita, sebagaimana Allah berfirman: “dan untuk yang demikian itu hendaknya semua orang berlomba-lomba.” (Q.S. Al-Muthaffifin: 86)

Berkata Imam Ibnu Katsir dalam ayat ini, maksudnya adalah: “dalam suasana kemuliaan (berlimpahnya pahala) maka hendaknya kalian saling bersaing, saling membanggakan dan saling mendahului seperti layaknya perlombaan.” Ramadhan menjadi momentum penting bagi ibadah seorang hamba. Kegagalan seseorang dalam memanfaatkan Ramadhan, berarti kegagalan dalam memanfaatkan seluruh hidupnya. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang  dijanjikan oleh Allah yaitu menjadi manusia yang bertaqwa. Amiin... Insya Allah.

Solusi Islam Atasi Kemiskinan

Sangat banyak teori-teori ekonomi yang berusaha memberikan solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan. Bagaimana sebenarnya Islam memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut? Berikut saya tuliskan kembali pemikiran saudara saya Dadan Hamdani yang dicetak dalam Bulletin Al-Bahr milik Pusdiklat Dewan Da'wah. Selamat Membaca.

Anas bin Malik berkata, “Seorang datang kepada Nabi dan minta suatu kebutuhan. Kemudian Nabi bertanya, “Apakah di rumah tidak apa-apa?” Jawabnya: “Ada tikar yang sudah robek, kami duduk, tidur di atasnya dan menjadikan separohnya untuk selimut, dan bejana untuk makan, minum dan mencuci kepala.” Rasulullah bersabda, “Bawalah ke sini keduanya.” Orang itu pun segera membawa keduanya kepada Nabi. Setelah Nabi menerima barang tersebut, beliau segera menawarkannya kepada para sahabat yang hadir, “Siapakah yang akan membeli kedua barang ini?” Salah seorang sahabat berkata, “Saya akan membelinya satu dirham.” Nabi menawarkan lagi: “Siapakah yang suka melebihi satu dirham?” Ada yang menjawab: “Saya ambil keduanya dengan dua dirham.” Kemudian Nabi menyerahkan barang itu kepadanya, dan sesudah diterima uangnya oleh Nabi langsung diserahkan kepada si pemiliknya dan beliau bersabda, “Satu dirham kamu belikan makanan untuk keluargamu, sedang yang satu dirham kamu belikan kapak dan bawalah kemari.”Orang itu pun pergi dan membeli sesuai yang diperintahkan Nabi. Setelah itu ia menghadap Nabi dan menyerahkan kapak itu kepada beliau. Lalu Nabi memasang gagang kayu [pegangan] kapak, dan beliau menyuruh orang itu agar mencari kayu dan dijual, dan jangan datang lagi selama lima belas hari. Orang itu pun pergi dan dapat mengumpulkan uang sepuluh dirham untuk membeli makanan dan pakaian keluarganya, lalu ia melaporkan kepada Nabi tentang perkembangan dirinya.Mendengar itu Nabi pun bersabda: “Tidakkah ini lebih baik bagimu daripada kamu datang pada hari kiamat sedang meminta-minta dengan titik hitam di mukamu, yang tidak dapat dihapus kecuali dengan api neraka.”

Luar biasa! bagaimana Rasulullah SAW memberikan solusi kepada orang tersebut untuk menumbuhkan potensinya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehingga tidak ketergantungan, ini menjadi jalan keluar yang ditawarkan oleh Rasulullah SAW dari berbagai problematika kehidupan diantaranya kemiskinan dan mengemis.

Jelas Islam tidak mentolelir orang–orang yang hanya berdiam diri (pengangguran) dan menengadahkan tangan (mengemis), karena secara sosial, pertama; pengangguran dan peminta-minta menyebabkan tenaga manusia bersifat konsumtif dan tidak produktif. Akibatnya, mereka hanya menjadi beban masyarakat. Kedua; pengangguran dan peminta-minta adalah sumber kemiskinan, sedang kemiskinan merupakan lahan subur bagi tumbuh dan berjangkitnya berbagai macam tindak kriminal.

Kewenangan yang Allah SWT berikan kepada manusia diringi dengan potensi dalam diri manusia untuk mencari kesejahteraan hidup, begitu banyak manusia yang mampu memaknai hidupnya dengan memanfaatkan potensi diri dan alam  

Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi  (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.( Q.S. Al A’raf; 10 )

Di Indonesia ada data menarik, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa per Maret 2009 jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 32,5 juta. Adapun jumlah pengangguran per Februari 2010 mencapai 8,59 juta. Suatu hal yang menyedihkan, dalam sebuah negeri muslim terbesar di dunia ternyata tingkat kemiskinan pun besar juga. Bukankah Allah SWT telah menganjurkan ummatnya untuk mensejahterakan hidup diri dan saudaranya, Mari kita perhatikan bagaimana Allah SWT memberikan  solusi dalam firmanNya :

Dengan cara wirausaha

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. …”. ( Al Baqarah; 275 )

Allah SWT menyediakan sumber daya alam yang sangat banyak untuk modal manusia dalam berwirausaha,  tinggal bagaimana manusia mengolahnya. Wirausaha merupakan cara agar manusia mampu mengais rezeki yang halal, berkah, baik dan melimpah. Bukti nyata, uswah kita Rasulullah SAW adalah seorang pengusaha, Afzalur Rahman (pakar Ekonomi Islam) menjelaskan bahwa Muhammad telah melakukan transaksi-transaksi perdagangannya secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau kecewa. Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai permintaan pelanggan, lebih dari itu, Muhammad juga telah meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi perdagangan yang merupakan referensi bagi pengusaha generasi selanjutnya. (Muhammad Sebagai Pedagang; 1996 )

Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: "Rasulullah SAW bersabda:
"Niscayalah jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat - lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali - di negerinya – dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya - yakni dicukupi kebutuhannya, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya dari pada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya." (Riwayat Bukhari)

Maka kemauan dan kemampuan ummat untuk berdagang/wirausaha   merupakan jalan keluar agar manusia terlepas dari kemiskinan dan mengemis,

Dengan cara mengeluarkan Zakat, Infaq dan Shadaqah

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.( Al Baqarah; 276-277 )

Zakat merupakan satu-satunya rukun Islam yang tidak saja merupakan ibadah ritual semata tetapi juga sebagai instrument penyeimbang pendapatan masyarakat yang mempunyai dampak ekonomi dan sosial yang sangat luas (Muhammad Syafi’i Antonio dalam “Zakat Penghasilan dan Sumber Penguatan Ekonomi Kerakyatan”.)

Tentunya diiringi upaya  terbaik untuk mengoptimalkan mobilisasi dan penggunaan potensi dana umat ini  untuk kesejahteraan, mengingatkan kita bahwa tidak semua orang mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Adalah fithrah Allah menjadikan sebagian kaya sebagian lagi miskin, di sinilah tujuan zakat. Zakat akan menumbuhkan sikap empati dan solidaritas sosial yang kuat terhadap nasib sesama. Ketentraman dan keamanan sosial akan tercipta manakala mekanisme sharing dari yang kaya kepada yang miskin berjalan dengan baik (Q.S. At Taubah; 71 dan 103). Egoisme individu yang seringkali menghambat kebersamaan dan kerukunan  sosial, akan dapat dikikis melalui pelaksanaan ibadah ini (Q.S. An Nisaa;37).  Lebih lanjut Afzalur Rahman menulis dalam buku Economic Doctrines of Islam : “ tujuan zakat yang terpenting diantaranya adalah mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat hingga ke batas yang seminimal mungkin. Di samping itu, menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak semakin kaya dan yang miskin tidak semakin miskin. Jika sebagian orang menjadi sangat kaya sedangkan yang lain dalam keadaan tetap miskin, masyarakat itu menjadi lemah dan mudah dihancurkan” ( Republika, 4 oktober 2010). Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda dalam satu hadits yang diriwayatkan Muadz Bin Jabal saat diutus ke Yaman untuk memungut zakat

“Ambillah zakat itu dari orang kaya mereka kemudian berikan kepada kaum fuqara dari padanya” (HR Imam Muslim)

Di samping kewajiban, ternyata zakat pun menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan, melalui lembaga-lembaga yang professional zakat dikelola dan didistribusikan sesuai skala prioritas sehingga pengembangan dan pemerataan ekonomi ummat hadir.  

Namun sekali lagi, anjuran mengeluarkan zakat dalam Islam ini, bukan berarti Islam melegitimasi kemiskinan, peminta-minta dan pengangguran. Akan tetapi, Islam memberikan solusi dan jalan keluar dari ketiga masalah di atas. Sebab, sepanjang perguliran roda zaman ini, akan selalu ada orang-orang miskin, pengangguran dan peminta-minta. Dan inilah yang membedakan syariat Islam yang agung dengan ajaran agama-agama yang lainnya. Wallahu a’lam.

Untuk melengkapi wawasan anda tentang zakat, silahkan baca juga artikel ini.




Sunday, July 29, 2012

Teejay Waterpark, Destinasi Wisata Tasikmalaya Terbaru

Buat kawan-kawan yang hobi melakukan kegiatan wisata terutama wisata air, Kota Tasikmalaya kini telah memiliki wahana bermain baru yang bernama Teejay Waterpark.What? Teejay? Bukankah itu artis Bollywood yang sering dijadikan nama peran sebagai inspektur? hehehe..tentu saja bukan.

Dengan konsep yang mewah dan berada di lokasi Wisata Belanja Asia Plaza, Teejay Waterpark menawarkan kegiatan berwisata yang komplit, yaitu wisata air dipadukan dengan wisata belanja.

Teejay Waterpark memiliki luas 2,8 Hektar dengan dilengkapi wahana bermain yang lengkap seperti kolam anak, kolam ombak, kolam arus, slider, gazebo dan sebagainya.Selain itu, fasilitas pendukung seperti ruang medis, loker, toilet, tempat ganti baju, pintu darurat dan sebagainya juga telah disetting sedemikian rupa.



Teejay Waterpark Tasikmlaya dapat menampung sekitar 1500 orang dengan harga tiket terjangkau yaitu Rp. 20.000 (untuk hari biasa) dan Rp. 30.000 (untuk weekend dan libur nasional).



Yang menarik dari Teejay Waterpark ini yaitu adanya ombak dadakan yang hadir tiap satu jam. Ombak air bergelombang persis seperti gulungan ombak yang muncul seperti di laut, kita akan merasa terombang ambing ketika saat berenang. selain itu, tersedia kolam-kolam lain yang menarik untuk dicoba, salah satunya sungai arus yang akan membawa anda berkeliling sungai jernih di bagian barat lokasi waterpark. 

Jadi, apabila anda datang berkunjung ke Tasikmalaya atau anda orang Tasikmalaya yang belum berkesempatan berwisata ke Teejay Waterpark, nampaknya lokasi ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata menarik bagi anda, sekali merengkuh dayung 2-3 pulau terlewati; wisata air juga wisata belanja.

Saturday, July 28, 2012

Hikmah Shaum; Tarbiyah & Tazkiyah!

Pengertian Shaum
Shaum adalah kata arab mengandung arti amsaka (artinya bertahan), maksudnya menahan makan dan minum dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari dengan diiringi niat. (Ibrahim Musthafa, Mu’jamul Wasîth, hal. 529)

Dikatakan pula, artinya berhenti. Apabila dikatakan Shâmar rîh (angin itu berhenti), shâmatis syams (matahari berhenti ditengah-tengah) atau shâmal fars (kuda itu enggan melakukan perjalanan). Disebutkan pula, arti shaum itu berhenti bicara sebagaimana dijelaskan al-Ashbahâni dalam Mufradâtnya.

Dalam pengertian syara’, para ulama memberika definisinya, diantaranya Imam as-Shan’ani mengatakan: “Menahan diri dari makan dan minum serta bersebadan di siang hari dan lain-lain sesuai pertimbangan syara’, termasuk di dalamnya menahan dari perbuatan yang sia-sia, rafts (ngomong kotor, porno) dan lain-lain perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan.” (Subulus Salâm 2/305)

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menambahkan, yang disebut shaum adalah menahan diri dari yang khusus, pada waktu yang khusus, dari sesuatu yang khusus dengan syarat-syarat yang khusus pula. (Fathul Bâri 4/132)

Dengan demikian, menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahm bin Abdillah at-Tuwaijiry dalam Mukhtashar al-Fiqh al-Islâmy, shaum merupakan ibadah yang berbentuk kâffin ‘anil mahbûbât (menahan dari segala sesuatu yang disenangi) bukan badzlun lil mahbûbât (memberikan segala sesuatu yang disenangi) seperti halnya infaq dan shadaqah.

Istilah Puasa
Diantara kaum muslimin ada yang familiardengan menggunakan istilah puasa untuk menyebut aktivitas ibadah menahan segala sesuatu yang disenangi ini. Padahal kalau ditelusuri, shaum berbeda dengan puasa.

Sebagaimana diterangkan sebelumnya, bahwa pengertian shaum sudah cukup jelas. Adapun puasa, menurut sejarahnya memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
  • Bangsa Mesir Kuno telah mengenal istilah puasa sebelum kedatangan Islam
  • Bangsa Romawi dan Yunani telah melakukannya sebelum kedatangan Kristen. Mereka berpuasa ketika akan menghadapi peperangan atau serangan musuh dalam rangka mendapatkan perlindungan dewa
  • Bangsa Babylon Purba melakukan puasa dengan anggapan dapat terhapusnya dosa-dosa yang dilakukan.
  • Bangsa Cina mempercayai bahwa puasa merupakan proses meditasi untuk mencapai kedalaman spiritual. Melakukannya sebelum upacara pengorbanan. Lalu perkembangan berikutnya, aliran Taoisme memodofikasinya bukan sekedar Chai (ritual puasa fisik) melainkan Hsin Chai (puasa jiwa).
  • Dalam ritual agama Budha, para biarawan telah melakukannya dengan jalan makan satu kali sehari atau sehari penuh dalam permulaan bulan.
  • Demikian halnya dengan agama Hindu, adanya kewajiban puasa ketika akan mengahdapi hari raya keagamaan seperti Nyepi (Pustaka Manawa Darmasastra XI/Sloka 211-221)
  • Begitu pula agama Yahudi dan Kristen. Orang Yahudi melaksanakan puasa sebagai ibadah kepada Tuhan mereka yang bernama Yahwe, sementara dalam agama Kristen dikatakan bahwa Yesus pernah melaukan puasa 40 hari 40 malam (Injil Mathius pasal 4:2) sebagaiman Musa pernah berpuasa 40 hari sebelum menerima perintah Tuhan dalam Taurat (Kitab Keluaran pasal 24:12).


Namun perkembangan berikutnya, tidak ada kejelasan yang pasti mengenai ritual puasa kedua agama ini, dikarenakan terjadinya modifikasi dan penafsiran yang beragam dan akhirnya pelaksanaan puasa diserahkan sepenuhnya kepada individu jemaat.

Sekalipun Nampak ada kesamaan, istilah puasa tidak dapat dipersamakan dengan shaum, dimana shaum memiliki definisi yang jelas dan aturan yang jelas pula, sementara puasa masihbersifat umum. Bahkan kalau dikaji lebih lanjut, puasa memiliki asal bahasa yang kuat dengan bahasa Sangsekerta yaitu upawasa dalam agama Weda, artinya berpantang salah satu keinginan, dimana sebelum melakukan upawasa dianjurkan untuk berlangir, seperti berlangirnya Drupadi dengan darah Drusasana. (Lihat A.D. al-Marzdedeq dalam Parasit Aqidah, hal. 59-60)

Menuai Hikmah Tarbiyah dan Tazkiyah
Banyak pelajaran yang dipetik, beragam manfaat yang dapat diambil. Ibadah ini begitu berarti dalam mengantarkan seorang hamba menuju kesucian jiwanya. Dr. Yusuf Al Qaradhawy menguraikan dalam bukunya al-‘Ibâdahfil Islâm sebagai berikut:
  • Membentuk ketahanan rohani (rûhaniah), yaitu dengan ibadah shaum, manusia dapat mengendalikan dan menguasai hawa nafsunya.
  • Menyehatkan jasmani, yaitu dengan menjalankan ibadah shaum, seseorang dapat mengatur dan menertibkan fungsi perut, dimana kurangnya menjaga perut dan mengisinya secara berlebihan atau menimbulkan penyakit
  • Mendidik kesabaran, yaitu tahan banting terhadap berbagai godaan. Ketika seorang mampu menciptakan daya tahan menghadapi kesulitan, berarti dia akan mampu menumbuhkan daya juang untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang lebih kompleks.
  • Menguatkan kemauan, yaitu ketika seorang mampu mengatasi berbagai kesulitan, maka semakin mendorong dirinya meningkatkan kemauan untuk berjuang.
  • Mengenal nikmat Ilahy, yaitu seseorang akan lebih menyadari akan nikmat yang dianugerahkan Allah kepadanya seiring hilangnya nikmat itu sendiri dari tangannya setelah seharian dia menunaikan ibadah shaum.
  • Mendidik perasaan santun dan belas kasihan, yaitu seseorang akan turut merasakan betapa lapar dan dahaganya orang-orang lemah dan liskin setelah dia merasakan dari pengalamannya selama shaum.
  • Latihan berserah diri, yaitu menjalankan ibadah shaum dapat menumbuhkan loyalitas ketaatan dan kepatuhan serta meningkatkan kedisiplinan.

Semua itu sangat jelas, betapa ibadah shaum menjanjikan banyak kemaslahatan baik terhadap jasmani (fisik) maupun kejiwaan (physikis).
Sekedar membuktikan, sungguh ibadah shaum merupakan ibadah yang penuh maslahat, jangankan maslahat kehidupan hari akhir, bahkan kehidupan dunia sekalipun. Banyak diantara para ahli dan ilmuwan modern mengakuinya, diantaranya:
  • Dr. Allan Coutt menceritakan; “Bahwa menahan nafsu makan dan mengaturnya dapat mendatangkan 27 pangkal kesehatan yang paling baik.” (H.Z.A. Ahmad dalam Bunga Rampai Ajaran Islam 9/161).
  • Dr. Dakar (Pakistan) menyebutkan; “Bahwa ibadah shaum tidak akan merubah keseimbangan cairan badan, berat badan, dan kadar gula secara berarti.” (Dr. H. Ahmad Sanoesi dalam Bunga Rampai Ajaran Islam 14/109).
  • Dr. Yuri Nikolayev (ahli penyakit jiwa di Moskow) menceritakan, bahwa pengalamannya selam 30 tahun menghadapi lebih 10.000 pasien, maka dapat disimpulkan bahwa ‘membatasi macam makanan’ atau diet semacam puasa sangat menolong bagi pengobatan para penderita penyakit. (H.Z.A. Ahmad, Loc.cit.).

Subhânallâh, maha suci Allah ‘Azza wa Jalla yang telah mengajarkan syariat-Nya yang begitu mulia dan agung kepada kita.

Diambil dari Buku Targhib Ramadhan
Al-Bahr Press Pusdiklat Dewan Da'wah Ramadhan 1433 H
Karya:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.

Bonus Ramadhan

Tidak terasa, sudah hari ke-8 kaum Muslimin menjalankan shaum Ramadhan 1433 H. ini. Segala macam ujian dan cobaan terutama panas yang menyengat di hari-hari terakhir ini memaksa kita untuk lebih ekstra dalam melaksanakan shaum beserta amalan-amalan yang dianjurkan di Ramadhan ini. Sebagai tadzkirah bagi kita semua, saya cantumkan sebuah artikel dari Buletin Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da'wah. Tulisan ini sendiri ditulis oleh saudara saya Wildan Hasan. Semoga bermanfaat.

Inilah Tulisan Lengkapnya:

“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian berpuasa, sebagaimana juga telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian supaya kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 183)

Suatu ketika direktur perusahaan di tempat anda bekerja memanggil anda ke kantornya. Ia memberitahukan bahwa berkat prestasi kerja anda selama ini, anda akan dipromosikan untuk menduduki jabatan yang prestisius. Namun dengan satu syarat, pekan depan anda harus mengikuti seleksi kerja satu bulan penuh. Seleksi yang setelah anda tanyakan ternyata relatif ringan bahkan dengan bonus yang menggiurkan. Bagaimana tidak hanya dengan melakukan kerja yang standar anda akan dapat bonus 10 kali lipat bahkan sampai 700 kali lipat. Ternyata itu belum seberapa, anda pun dijanjikan jika berhasil melewati seleksi tahap akhir dengan predikat sangat memuaskan maka anda akan diberikan jaminan kebutuhan hidup selama 83 tahun lebih. Wow! Sangat menggiurkan.

Anda pun jelas, sangat menunggu-menunggu waktu itu tiba, anda begitu hanyut dalam kerinduan penantian. Anda merasa waktu berjalan sangat lamban, lebih lamban dari siput pinggir sawah pak tani. Anda heran melihat jarum jam seolah berdetak malas-malasan, padahal baterainya baru anda ganti dua hari kemarin. Aaah…

Pun perbekalan telah anda siapkan sepulang dari kantor direktur anda, bahkan telah anda cek berulang-ulang khawatir ada yang terlewat dari catatan anda. Skill kerja anda yang telah lama menjadi decak kagum partner kerja anda, makin anda asah jauh lebih berkilat daripada zamrud dari India sekalipun. Bahan-bahan dan petunjuk kerja telah anda pelajari berulang-ulang, bahkan istri anda mengira anda telah jatuh hati pada buku-buku itu dan menjadikannya istri muda anda. Amboi, kerinduan memang memabukkan.

Pembaca, kiranya sudah mulai pahamkah anda akan saya bawa kemana arah cerita ini?  Tentu sebagai muslim yang cerdas anda akan sontak menjawab “Inilah Ramadhan yang akan kita tempuh sepekan lagi.”

Ya, inilah Ramadhan. Bulan yang selain gaji tetap akan didapatkan juga bonus 10 hingga 700 kali lipat. Bahkan jika prestasi seleksi amalan di bulan ini konsisten sampai akhir, maka bonus pahala 1000 bulan (83 tahun lebih) bisa anda raih.

Bulan yang telah Allah informasikan kepada anda 1500 tahun yang lalu, tidak seperti direktur anda yang memberikan informasi hanya sepekan sebelum hari H. Jelas sekali persiapan dan perbekalan anda akan jauh lebih paripurna. Aneh nian, jika anda masih ragu dan gagap saat Ramadhan tiba padahal anda punya waktu 11 bulan untuk bersiap-siap menyambutnya. Bahkan anda sudah mengetahuinya sepanjang hayat anda.

Lihatlah para shahabat Rasulullah saw., manusia-manusia langit itu luar biasa gembira menyambut Ramadhan dan luar biasa pilu ditinggal Ramadhan. Mereka berharap setahun itu bulannya adalah Ramadhan semua. Layaknya anda yang begitu meluap kegembiraan saat bulan seleksi itu tiba menghampiri anda. Kegairahan memuncak untuk menelusuri satu ibadah yang Allah berkenan memberikan pahala melimpah-limpah secara langsung.

Allah menyeleksi manusia, kira-kira manusia macam apakah yang akan sanggup melaksanakan aturannya yang ini. Ternyata Allah mengatakan “Wahai orang-orang yang beriman”, duhai berbahagialah orang yang beriman kepada Allah kerena mereka lulus seleksi, yang bukan hanya mengaku Islam, karena predikat muslim saja tidak cukup layak mengikuti lomba super hebat di bulan Ramadhan. Mereka tidak akan mampu, akan kepayahan…

Mereka, yang hanya Islam saja, sebagaimana sudah Rasulullah ingatkan “Betapa banyak orang yang shaum namun tidak mendapatkan apa-apa dari shaumnya kecuali rasa lapar dan dahaga.”

Mereka tidak tahan untuk tidak makan minum, tidak tahan untuk konsisten shalat tarawih, tidak tahan berlama-lama membaca al-Qur`an, tidak tahan untuk tidak mencaci orang lain, tidak tahan berbaik sangka kepada orang lain, tidak tahan untuk membatasi apa yang dia makan saat berbuka dan tidak tahan untuk tidak berhura-hura saat malam ‘Iedul Fithri padahal itu berpotensi menghapus seluruh pahala Ramadhan yang susah payah ia kumpulkan.

Memang nyata, kita belum seperti para shahabat Rasulullah saw., mungkin anda atau saya bahkan merasa biasa-biasa saja dengan datangnya Ramadhan. Atau yang lebih celaka, justru khawatir dan takut menjalani Ramadhan. Na’udzubillah. Yang menyambut gembira Ramadhan adalah orang beriman, yang menyambut dengan ekspresi datar agak berat mungkin fasiq, yang malah takut dan khawatir bisa jadi munafiq atau bahkan kufur.

Baiklah, ternyata bagi yang merasa berat, Allah telah sebutkan bahwa kewajiban shaum itu “telah diwajibkan juga kepada orang-orang sebelum kalian,” kalau umat-umat terdahulu saja sudah diwajibkan shaum lalu kenapa kita harus merasa berat seolah-olah hanya kita saja yang diberikan ‘beban’. Maka bagi siapa saja yang merasa terbebani oleh kewajiban shaum, sungguh ia hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja tanpa mendapatkan saripati dari ibadahnya sedikitpun. Sia-sia

Orang yang beriman dan bersabar tanpa terbebani akan dengan mudah mendapatkan saripati ibadah shaum Ramadhan sebagaimana target shaum itu sendiri yakni “supaya kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa,” kata Allah. Taqwalah puncak prestasi keimanan tertinggi, yang Allah tegaskan bahwa insan paling mulia disisi-Nya adalah insan yang bertaqwa.

Taqwa adalah juga konsistensi. Seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah “nasehatilah aku yang tidak akan aku minta lagi kepada orang lain.” Rasul menjawab: “katakanlah: aku beriman kepada Allah, lalu konsistenlah kamu dalam keimanan itu.” Iman plus konsistensi adalah taqwa. Maka ciri orang yang sukses meraih predikat taqwa dari ibadah Ramadhan adalah konsistensi ibadahnya di bulan-bulan lain sama seperti yang dilakukannya di bulan Ramadhan. 
Shaum Ramadhan adalah start bukan final, adalah awal bukan akhir dari perjalanan ibadah sepanjang hayat kita. Maka tidak ada hari kemenangan bagi yang melaksanakan ibadah Ramadhan dengan biasa-biasa saja, yang asalkan tidak makan, minum dan bersenggama. Sementara hewan pun jika hanya sekedar itu mampu melakukannya.

Shaum Ramadhan adalah ibadah yang berfungsi sebagai charger untuk on-nya ibadah disebelas bulan berikutnya. Adalah mengerikan, orang berduyun-duyun di akhir Ramadhan merayakan hari kemenangan, sementara mereka sudah tidak lagi berpuasa. Kembali ke kulit palsunya yang mereka tahu bahwa itu palsu. Memang benar, orang paling bodoh adalah orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu namun sok tahu seolah-olah dirinya tahu. Benarlah, hanya yang beriman dan bersabar dalam ibadah Ramadhan lah yang akan diampuni dosa masa lalunya. 

Kemenangan sebenarnya dari Ramadhan ditentukan oleh sebelas bulan berikutnya. Tarawihnya di bulan Ramadhan berlanjutkah dalam tahajud di bulan berikutnya, tilawah Qur’annya di bulan Ramadhan berlanjutkah di bulan berikutnya, zakatnya di bulan Ramadhan berlanjutkah di bulan berikutnya, dermawan dan pemaafnya di bulan Ramadhan berlanjutkah atau kembali menjadi bakhil dan pemberang selepas bulan itu?

Jika hal-hal di atas tidak terwujud, jangan salahkan jika ibadah kita tidak membawa dampak positif. Allah sendiri mencela orang shalat sebagai pendusta agama, yang shalat dalam keadaan lalai. Saat seharusnya shalat membuahkan proteksi atas perbuatan keji dan mungkar, namun anda, saya dan kita masih menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin.

Bahkan Ramadhan kita kali ini, seharusnya tidak lagi menyantuni orang miskin yang sama, yang dulu kita serahkan zakat kita kepadanya. Tidak lagi, karena orang miskin itu tidak mau menerimanya, ia telah merasa mampu dari hasil pemberdayaan ekonomi melalui zakat kita di Ramadhan sebelumya. 

Mampukah Ramadhan kita kali ini membuahkan hasil, paling tidak membuat petugas pembagi zakat menangis tersedu-sedu karena mereka ditolak dari pintu ke pintu, sebagaimana petugas pembagi zakat di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz. Semua menutupnya karena telah berdaya, harga dirinya terangkat untuk tidak terus menerus menjulurkan telapak tangan.

Sayangnya kita belum, bahkan kita secara tidak langsung melestarikan kemiskinan. Betapa tidak, kita berzakat ke orang yang sama selama bertahun-tahun. Membuat mereka haqqul yaqien bahwa zakat adalah rezeki pokoknya tanpa harus berpeluh-peluh. 

Allahumma sallimnii Ramadhan, wa sallim Ramadhana lii mutaqabbalan

Friday, July 27, 2012

Gunung Tangkuban Parahu

Duduk dengan anggunnya mendominasi panorama Bandung utara, Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung berapi yang masih aktif di Jawa Barat.  Gunung Tangkuban Parahu atau Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter. 

Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17C pada siang hari dan 2C pada malam hari.

Berdasarkan legendanya, gunung ini terbentuk akibat kemarahan Sangkuriang yang merasa gagal dalam mengabulkan permintaan pembuatan danau dan perahu besar dari Dayang Sumbi (merupakan kisah cinta terlarang antara seorang anak dengan ibu kandungnya sendiri). Maka ditendangnya perahu yang telah dibuat dan jatuh tertelengkup (dalam Basa Sunda nangkub) di lokasinya sekarang – yang menjadi asal mula nama Gunung Tangkuban Perahu. Menurut sejarah geologinya, Gunung Tangkuban Parahu terbentuk dari aktifitas letusan berulang Gunung Api Sunda di jaman prasejarah. Catatan letusan dalam 2 abad terakhir adalah tahun 1829, 1846, 1862, 1887, 1896, 1910, dan 1929.

Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Di antara tanda gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunung nya di antaranya adalah di kasawan Ciater, Subang.

Keberadaan gunung ini serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga (kawah) besar yang kini merupakan kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709 m di atas permukaan laut merupakan sisa dari letusan gunung api purba yang dikenal sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada Gunung Krakatau di Selat Sunda dan kawasan Ngorongoro di Tanzania, Afrika. Sehingga legenda Sangkuriang yang merupakan cerita masyarakat kawasan itu diyakini merupakan sebuah dokumentasi masyarakat kawasan Gunung sunda purba terhadap peristiwa pada saat itu.

Dari puncak menara Gedung Sate di Kota Bandung, Anda dapat melihat dengan sangat jelas bentuk fisik Gunung Tangkuban Parahu yang benar-benar menyerupai perahu terbalik.

Sunday, July 22, 2012

Tampil SImpatik Dengan Batik Tasik

Batik bukan saja diproduksi di Pekalongan atau Surakarta maupun Yogyakarta. Batik juga diciptakan di sejumlah kawasan Jawa Barat. Sebut saja Batik Trusmi di Cirebon, atau dermayon di Indramayu, atau batik garutan dari Garut. Satu lagi kota yang terkenal sebagai sentra batik adalah Tasikmalaya. Bahkan pada masanya, kejayaan batik Tasik telah membuat kota ini dijuluki pusat industri batik di selatan Jawa Barat.

Seakan ingin mengulangi kejayaannya di masa silam. Orang Tasik kini bangkit mengangkat kembali batik Tasik sebagai produk komoditi unggulan. Motifnya memang khas, sehinga layak dikenakan sebagai busana yang membuat siapapun yang mengenakannya tampil simpatik.

Industri Batik Tasik kini tengah menggeliat. Ada dua sentra batik di kota tasik yakni kecamatan Cipedes dan Indihiang. Saat ini tidak kurang dari 28 unit usaha IKM yang menekuni industri batik yang menyerap 409 tenaga kerja dan mampu menciptakan hasil produksi senilai Rp.8,49 milyar (tahun 2002).

Batik Tasik dikerjakan dalam dua bentuk yakni dengan teknik cetak dan teknik tulis (handmade). Untuk yang batik tulis, nilainya cukup tinggi sehingga mampu menjadi cinderamata yang prestise.

Memperhatikan kualitas dan potensinya, sudah selayaknya batik Tasik dibanggakan oleh orang Tasik. Untuk membuatnya jadi terhormat ada baiknya bila setiap warga kota Tasik berkomitmen untuk menjadikan batik Tasik sebagai busana uatama dan kebanggaan kemanapun mereka bepergian. (imah tasik)

Kerajinan Pandan Tasik

Usaha kerajian pandan sudah sejak lama ditekuni oleh sebagian penduduk secara turun temurun di lokasi sentra produksinya. Kegiatan proses produksi kerajinan pandan dikerjakan dengan menggunakan alat sederhana sehingga sangat mudah dikerjakan oleh siapapun termasuk ibu rumah tangga.

Pengadaan sarana produksi dan bahan baku kerajinan pandan diupayakan sendiri oleh pengrajin. Bahan baku dan penunjang industri kerajinan pandan yang biasa digunakan oleh para pengrajin adalah: anyaman pandan, kain, benang jahit, kancing batok kelapa, lem, zat warna/pengkilap, pernis, resluiting, tambang dan karton.

Lokasi sentra produksi kerajinan pandan terletak di dua puluh satu desa yang berada di lima wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Rajapolah, Parungponteng, Cikalong, Cipatujah dan Pagerageung. Sentra produksi terbesar usaha kerajinan pandan adalah Kecamatan Rajapolah.

Kerajinan Mendong

Orang Tasik begitu  peduli dengan kelengkapan rumahtangganya. Dengan segudang keterampilan dan segunung kreativitas, pohon mendong yang banyak ditemui  sebagain kawasan selatan pulau  Jawa mereka ubah menjadi aneka perangkat rumah tangga. Maka jadilah tikar, dompet, tas, keranjang tempat cucian, sandal, boks tisyu, hingga pigura. Tikar dengan anyaman yang rapih dan motif yang geometrikal dari helai-hela mendong  bukan hanya bernilai fungsional bagi masyarakat awam tapi kini telah menjadi karya kerajinan yang prestise di rumah-rumah modern. Tak jarang  jika tikar mendong juga dipajang di ruang hotel-hotel mentereng. Karenanya kerajinan mendong kini dibuang sayang.

Produk kerajinan anyaman mendong telah ditetapkan sebagai komoditas khas Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan SK Bupati Tasikmalaya No. 522.4/189-LH/94 Tahun 1994 tentang Penetapan Flora dan Fauna Kompetitif dan Komparatif yang mampu menyumbangkan impact point terhadap pertumbuhan ekonomi. Produk kerajinan anyaman mendong antara lain topi, tikar, tas, boks, dan lain-lain sesuai dengan pesanan konsumen. Produk kerajinan anyaman mendong ditekuni oleh banyak orang, sehingga setiap upaya pengembangannya akan membawa dampak multiplier yang luas terhadap perekonomian masyarakat.

Sentra produksi mendong tersebar di 22 desa yang meliputi 9 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Cineam, Karangnunggal, Manonjaya, Karangjaya, Gunungtanjung, Sukahening, Cikatomas dan Salopa. 

Sebagai produk kerajinan yang semakin populer, mendong kini tumbuh sebagai hasil industri yang menghidupi sebagian orang Tasik. Kini tak kurang dari 158 unit usaha IKM bergerak dalam memproduksi aneka kerajinan mendong, menyerap tenaga kerja lebih dari 1859 serta memiliki nilai produksi lebih dari Rp. 26 milyar pada tahun 2002.

Kawasan yang merupakan sentra industri kerajinan mendong adalah kecamatan Tamansari dan Cibeureum. Kedua wilayah ini memang dikenal sejak dahulu dihuni orang-orang Tasik yang terampil dan kreatif.  Sayangnya meningkatnya permintaan pasar memerlukan dukungan bahan baku lebih banyak lagi, padahal kawasan Tasikmalaya dan sekitarnya hanya mampu memasok mendong tak lebih dari 20% dari kebutuhan, sisanya harus didatangkan dari kawasan Jawa tengah dan Jawa Timur. Tentu saja ini merupakan peluang bisnis menarik bagi siapa pun yang berminat memasok bahan baku kerajinan mendong.

Sementara itu dari sisi pemasaran, barang kerajinan mendong  telah dikenal secara nasional. Pasar utamanya adalah kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta,  yogyakarta, dan Surabaya. Bahkan kini telah merambah hingga ke mancanegara melalui pedagang-pedagang perantara yang banyka berkunjung ke kota Tasik. (dari berbagai sumber)

Tiada Rotan, Bambu pun Jadi Anyaman

Istilah tak ada rotan akar pun jadi bagi orang Tasik berubah menjadi tak ada rotan bambu pun jadi. Maksudnya, untuk menghasilkan aneka barang anyaman seperti perabot rumah tangga, meja kursi, keranjang, dan bahkan tempat tidur idealnya menggunakan rotan. Sayang, Tasik jauh dari sumber penghasil rotan yang konon banyak dijumpai di Kalimantan. Untuk mengimpornya pun memerlukan biaya tinggi. Alih-alih berpangku tangan, bambu yang melimpah di sekitar halaman dan kebun di pegunungan dijadikan pengganti rotan. Maka jadilah aneka barang kerajinan dari bambu yang mutunya tak kalah dari rotan.

Bukan itu saja, kerajinan bambu juga memenuhi kebutuhan masyarakat akan aneka barang perabot rumah tangga dengan harga terjangkau. Tak heran pula jika industri kerajinan bambu terus eksis di kota Tasik. Tercatat ada 74 usaha IKM yang bergerak dalam produksi kerajinan bambu, menyerap 562 tenaga kerja, dan pada tahun 2002 mampu menciptakan hasil produksi senilai Rp. 2,4 milyar.

Saat ini kerajinan bambu makin menarik minat masyarakat mancanegara, selain berkesan eksotis kerajinan bambu juga lebih ramah lingkungan. Pohon bambu yang mudah dibudidayakan bukan saja mengurangi risiko terjadinya perambahan hutan tapi budidayanya mampu menyuburkan alam di sekitar kita.

Kelom Geulis

Tasik adalah negeri yang peduli citra diri manusia. Orang-orang kreatif  dari Tasik berpikir dan berkreasi mencari solusi bagi penampilan dan perlindungan citradiri. Maka lahirlah segala jenis busana, dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Dari peci hingga alas kaki.

Untuk urusan alas kaki  Orang Tasik  memang ahlinya. Sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah menjadi sumber inspirasi. Aneka tanaman industri seperti kayu albasiah, kayu kisampang dan kayu mahoni dapat diperoleh dengan mudah di sekitar wilayah kota Tasik. Maka di tangan terampil dan penuh imajinatif orang Tasik inilah kayu-kayu tersebut diubah menjadi aneka alas kaki.

Pada mulanya alas kaki yang dihasilkan adalah produk rumahan yang hanya memenuhi kebutuhan setempat. Namun pada perkembangannya, produk alas kaki made in Tasik banyak dilirik karena unik. Jadilah alaskaki   banyak diproduksi dan kini menjadi salah satu komoditi unggulan kota Tasik. Kini terdapat 337 unit UKM yang bergerak dalam industri alaskaki, menyerap tidak kurang dari 3510 tenaga kerja dan mampu menciptakan hasil produksi lebih dari Rp.107 milyar. Bila industri bordir lebih banyak menyerap tenaga kerja wanita, maka industri alaskaki ddidominasi oleh kaum pria, sebuah pembagian tugas yang menerminkan kesetaraan gender.  Sentra utama industri alaskaki di Tasikmalaya terletak di Kecamatan Mangkubumi dengan jumlah UKM mencapai 130 unit dan menyerap lebih dari 1033 tenaga kerja.

Keunikan produk alaskaki made in Tasik juga telah menarik minat konsumen mancanegara. Kini alaskaki juga menjadi salah satu komoditi ekspor andalan Kota Tasik. Hanya saja untuk memenuhi permintaan ekspor ini, pengusaha alasakaki Tasik masih bergelut dengan modal, keterbatasan teknologi, dan inovasi produk. Sebuah kendala yang sebenarnya tak terlalu sulit untuk diatasi jika ada investor yang tergerak menerjuni industri ini. (imahtasik)

Payung Geulis; Tak Mampu Tahan Gerimis

Umumnya orang membayangkan bahwa payung diciptakan untuk menaungi kita dari terpaan gerimis dan hujan. Tapi tidak dengan payung geulis. Payung yang jadi produk kebanggaan dan salah satu simbol kota Tasik ini pantang terkena gerimis apalagi hujan. Payung dengan lapisan penutupnya terbuat dari kertas ini sekali dua bisa saja menepis gerimis, tapi untuk kali berikutnya payung ini  mudah rusak. Tetapi payung geulis punya peran yang lebih membuatnya sangat dihargai. Payung geulis pada masa lalu adalah kelengkapan mode mojang Tasik. Mojang Tasik yang cantik  berkebaya tak akan sempurna kecantikannya bila tidak menggenggam payung jenis ini untuk melindungi wajah ayunya dari sengatan matahari yang terik. Jadilah istilah payung geulis yang berarti payung yang bikin penampilan tambah geulis alias cantik.

Apa yang membuat mojang Tasik melengkapi diri dengan payung geulis. Perhatikan baik-baik payung kertas ini. Segera saja terlihat keindahan memancar dari sana. Ya, keunikan payung geulis adalah adanya lukisan bunga warna-warni yang mendekorasi ruang-ruang pada laipsan penutupnya. Lukisan ini kerjakan secara manual oleh tangan-tangan terampil mojang Tasik yang mengekspresikan cinta dan hasratnya dalam membentuk aneka bunga. Di tangan mojang Tasik payung geulis menjadi  karya seni lukis yang mengagungkan keindahan dengan medium payung.

Sayang, kini tak banyak mojang Tasik yang terlihat berkebaya sambil menggenggam payung geulis. Modernisme telah mengubah mode dan fashion hampir di seluruh pelosok bumi. Maka eksistensi payung geulis pun menghadapi tantangan. Namun bukan Orang Tasik bila tak punya cara cerdik. Payung geulis yang tak lagi dijadikan kelengkapan mode lalu digeser fungsinya sebagai wahana ekspresi seni  yang layak dikoleksi.  Dengan cara cerdik seperti ini, payung geulis tetap lestari meski jumlah penciptanya dari hari ke hari semakin sedikit.

Maka bisnis payung geulis pun terus eksis. Saat ini tingal 4 unit usaha yang menggeluti payung geulis dengan pekerja seni mencapai 37 orang. Mereka adalah kaum ibu yang tetap teguh melestarikan karya seni. Membeli payung geulis berarti mengoleksi karya seni. (imahtasik)

Bordir Apik Khas Kota Tasik

Orang Tasik memang terkenal ulet dan apik. Ini terlihat dari aneka hasil karya mereka yang umumnya mencerminkan keuletan lagi keapikan. Sebut saja kain bordir. Hanya tangan-tangan yang telaten dan jiwa yang harmoni lah yang mampu mengerjakan sebuah karya seni bernama kain bordir. Mojang Tasik adalah sosok yang ada dibalik kisah sukses kain bordir ini. Mereka telaten lagi kreatif dalam mengerjakan motif-motif floral yang indah dan menjadi ciri khas bordir Tasik.

Pada mulanya seni bordir datang ke Tasikmalaya sebagai serapan dari kebudayaan Cina, namun berkat tangan terampil dan ulet lagi kreatif kaum wanita kota Tasikmalaya, seni ini justru subur berkembang di sana. Tak berhenti sebatas itu, mereka juga membangun nilai tambah bagi seni bordir yang dikerjakannya. Maka terciptalah kebaya, tunik, blus, rok, selendang, kerudung, sprey, sarung bantal, taplak meja, baju gamis, mukena, baju koko, hingga busana sehari-hari dihiasi dengan bordir yang menarik. Tak mengherankan bila industri kain bordir merupakan salah satu produk unggulan dari kota Tasikmalaya.

Industri kain bordir sudah lama berkembang di Tasikmalaya. Sejumlah sentra industri bordir hingga kini terus berkembang di Tasikmalaya, yang terbesar terdapat di Keamatan Kawalu terutama di Desa Tanjung, Talagasari, Kersamenak, dan Karikil. Demikian juga industri bordir terdapat di kecamatan Cibeureum, khususnya Desa Mulyasari. Sampai tahun 2006 tak kurang dari 944 unit Industri Kecil Menengah (IKM) bordir bertebaran di seluruh wilayah kota Tasikmalaya dengan nilai produksi mencapai lebih dari Rp.252 milyar rupiah pada tahun 2002 dan terus mengalami peningkatan secara signifikan. Perkembangan industrinya mampu menyerap  lebih dari 8737 tenaga kerja yang sebagian besar adalah kaum wanita. Sehingga bordir Tasik juga dianggap sebagai sumber pendapatan dan ekspresi diri mojang Tasikmalaya.

Sebagai salah satu icon product kota Tasik, kain bordir juga  telah mampu menembus pasar internasional. Bordir Tasik, khususnya yang dikerjakan secara handmade, diapresiasi tinggi oleh masyarakat internasional. Tak heran bila harganya pun di pasar internasional tergolong baik. Tak heran bila 60% produk brodir Tasik diekspor ke luar negeri. Hanya saja, keterbatasan modal dan akses pasar masih membuat bordir Tasik belum tampil sebagai primadona industri dan perdagangan tasikmalaya. Laksana Mojang Tasik yang tetap aktif berkreasi sambil menunggu pinangan, bordir Tasik pun dicipta sambil menanti datangnya investasi dan pembeli. (Imah tasik)

Friday, July 20, 2012

Menimba Makna Dari Berbeda Hari Raya

Selalu ada hikmah di balik peristiwa dan senantiasa ada pelajaran dari sebuah kejadian. Demikian pula hari raya, baik iedul fithri ataupun iedul adhha. Namun semua itu, tidaklah membuat kita harus berputus asa ataupun menimbulkan sikap tak acuh terhadap persoalan agama apalagi menghinakannya. Sikap-sikap seperti ini sangat wajar terjadi pada keumuman kaum muslimin dengan berbagai faktor dan alasan yang berbeda-beda, diantaranya: pertama: adanya harapan yang sangat tinggi dimana kaum muslimin dapat menunaikan hari raya secara bersama-sama sehingga tidak mengurangi kebahagiaan di hari kemenangan itu, sebahagian sudah berbuka sementara yang lain masih berpuasa. Kedua, tidak semua kaum muslimin memahami persoalan mengapa hari raya bisa berbeda, karena memang menentukan hari raya bukan tugas individu melainkan tugas orang-orang khusus yang telah memenuhi kriteria. Ketiga, luputnya pengetahuan kaum muslimin terhadap kenyataan yang pernah terjadi di masa lalu di mana pada masa khalifah Mu'awiyah bin Abi Sofyan, perbedaan penentuan ru'yatul hilal pernah terjadi.

Oleh karenanya, untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan penilaian yang adil, sebaiknya kita mendulang hikmah dari perbedaan tersebut dengan memahami alasan masing-masing. Seperti kasus yang terjadi pada penentuan Iedul Fitri 1 syawal 1427 H., sebahagian kaum muslimin berhari raya pada hari senin, 23 ok tober 2006 dan yang lainnya pada hari selasa, 24 oktober 2006. Yang lebih penting bagi kita, tentu saja bukan persoalan apakah hari senin atau hari selasa, melainkan apa alasannya melakukannya di hari-hari tersebut?


Pengertian Hilal
Bermula dari pertanyaan orang-orang kepada rasulullah saw. tentang hilal, untuk apa diciptakannya hilal? Maka Allah 'azza wa jalla menurunkan ayat-Nya: “Orang-orang bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hilal,jawablah olehmu: hilal itu adalah pertanda waktu (mawaqit) untuk kepentingan manusia dan ibadah haji.” (QS. Al-Baqarah/ 2: 189).

Ibnu Umar ra. berkata, bahwa rasulullah saw. bersabda: “Allah jadikan hilal-hilal itu sebagai pertanda waktu untuk kepentingan manusia, maka berpuasalah kamu setelah diketahui munculnya hilal dan berbukalah kamu setelah diketahui munculnya hilal, jika terjadi mendung (ghumma) maka genapkanlah hitungan sya'ban 30 hari.” (HR. Al-Hakim dalam Ibnu Katsir 1/317). Kata mawaqit adalah kata jama' dari miqat, artinya batas waktu. As-Sayis dalam Tafsir Ayatil Ahkam menyebutnya al-hilalu miqatus syahri, maksudnya hila itu pertanda waktu (awal) bulan. (KH. A. Ghazali dalam Penentuan Bulan Hijriyah Berdasarkan Nash Syara' Dan Fuqaha, hal. 2)

Senada dengan makna itu, As-Syaukani menyebutnya dengan ismun lima yabdu fi awwalis syahri wa fi akhiri, nama bulan ketika baru muncul dan ketika berakhir. (Fathul Qadir I/ 240)

Menentukan Munculnya Hilal

Dengan mengacu kepada hadits-hadits rasulullah saw., maka para ulama fiqih menyimpulkan ada beberapa cara dalam menetapkan awal ramadhan. Pertama, dengan melihat langsung (ru'yatul hilal) pada hari ke 29 di bulan sya'ban. Ada yang menyebutkan cukup seorang yang adil seperti kesaksian Ibnu Umar atau bersumpahnya orang Badui di hadapan rasulullah saw., namun sayang dalam sanadnya ada rawi yang menjadi pembicaraan para ulama hadits. Ada pula yang mensyaratkan dua orang adil atau sekelompok orang. Mengenai jumlah orang banyak itu merujuk kepada Imam Ahmad dan Qodhi Iyadh tanpa menyebutkan jumlah tertentu. Kedua, menyempurnakan bilangan bulan sya'ban menjadi 30 hari (ikmalu 'iddati sya'bana tsalatsina yauman). Maksudnya apabila orang-orang sudah berusaha melihat hilal tanggal 29 malam bulan sya'ban namun ternyata tidak seorangpun yang melihatnya, maka bulan sya'bandisempurnakan menjadi 30 hari. Ketiga, menetapkan adanya hilal ketika cuaca buruk (idza ghumma 'alaikum faqdurullah). Dalam hal ini, para ulama berselisih pendapat. Imam Ahmad sebagaimana dinukilkan Imam Nawawi memaknai faqduruulah itu dengan memperkirakan hilal di bawah awan, sehingga mewajibkan puasa pada malam yang mendung. Sedangkan Mithraf bin Abdillah, Abul Abbas bin Suraij dan Ibnu Qutaibah memaknai faqduruulah itu dengan memperkirakan hilal berdasarkan hisab. Sementara Imam Abu Hanifah, Imam Safi'i dan jumhur salaf dan khalaf berkata: maksud faqduruulah itu adalah menyempurnakan bulan sya'ban menjadi 30 hari. Adapun Ibnul 'Arabi, dengan menukilkan pendapat Abul Abbas bahwa faqduruulah itu diperuntukkan bagi orang-orang yang dianeugerahi ilmu falak oleh Allah, sedangkan fa akmilul 'iddata diperuntukkan bagi orang-orang awwam dalam hal ilmu falak. (Lihat Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid I /77-78 dan Fiqhus Shiyam, DR. Yusuf Qaradhawy, hal. 40-43)

Mengapa Berbeda?
Terlepas pro dan kontra mana yang lebih mendekati kepada kebenaran dalam menentukan hari raya. Yang jelas, penentuan munculnya hilal (baik secara ru'yat maupun hisab) merupakan masalah yang sangat penting, karena menyangkut mawaqitu linnas (penentuan waktu untuk manusia) terutama menentukan waktu-waktu ibadah: kapan mulai puasa dan kapan mulai berbuka (berhari raya), kapan jatuhnya 'arafah bagi yang haji dan kapan puasa bagi yang tidak berhaji, kapan shalat iedul adha dan kapan hari tasyriq. Satu sama lain berjalin berkelindan saling berhubungan. Itulah salah satu kebesaran Allah 'azza wa jalla dengan kekuasaanNya menjadikan hilal sebagai pertanda awal bulan. Namun dalam pelaksanaannya terkadang kaum muslimin dihadapkan pada kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, dimana perbedaan hari raya kerap terjadi bahkan lebih sering terjadi. Demi keutuhan dan terpeliharanya ibadah hari raya, khususnya dengan tetap mengedepankan hujjah 'ilmiyah, kaum muslimin hendaknya lebih pandai mengambil pelajaran berharga dari perbedaan yang ada, minimalnya memahami alasan masing-masing. Seperti halnya 1 syawwal 1427 H.  Ada yang menetapkan bahwa hilal sudah wujud pada hari ahad, walaupun di wilayah lain belum, dengan prinsip masih dalam satu kesatuan wilayah hukum suatu negara (wilayatul hukmi), maka ditetapkan seluruhnya ied pada hari senin. Ada yang berpedoman pada ru'yat global (ru'yah 'alamiyyah), dengan pertimbangan dalam sistem khilafah tidak dikenal batas wilayah negara, ketika di suatu wilayah hilal sudah wujud, maka hal tersebut berlaku bagi seluruh dunia. Ada juga yang menetapkan iedul fithri pada hari senin dengan prinsip mengikuti Ummul Qura/ Makkah yang telah menetapkan hari senin. Demikian pula yang menetapkan hari selasa, dengan alasan hilal sudah wujud di sebagian wilayah, namun 'adamu imkanir ru'yah (kondisi yang tidak mungkin diru'yah) sehingga diperkirakan atau disempurnakan umur bulan itu 30 hari. (lihat PP. Muhammadiyah dalam Maklumat no. 558/1.0/A/2006 dan PP. Persatuan Islam dalam Surat Edaran no. 0574/JJ-C.3/DP/2006)

Di sisi lain, ada pula yang berpegang kepada itsbat waliyyul amri (penetapan pemerintah) di kala terjadinya perbedaan, di mana pemerintah memiliki kewajiban menciptakan kesatuan dan persatuan ummat Islam. Sejalan dengan kaidah fiqhiyyah: itsbaatul haakim fii Masaailil Ijtihaad yarfa'ul khilaaf, penetapan seorang hakim dalam masalah ijtihad menghilangkan persengketaan. Hal inipun sejalan dengan komentar Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani yang menyerukan agar bergabung dengan penguasa muslim untuk mengurangi meluasnya perbedaan dalam satu teritorial negara. (Samir bin Amin Az-Zuhairi dalam Al-Ilmam bi Adaabin wa Ahkamis Shiyaam, hal.17)
 
Untuk lebih terasa tenang dan tentramnya hati dalam menunaikan hari raya, sebaiknya kaum muslimin merenungkan peristiwa yang terkandung dalam hadits Kuraib, Bab Bayaanu anna likulli baladin ru'yatuhum (bab penjelasan bahwa bagi tiap-tiap negara sesuai ru'yatnya) yang menceritakan bahwa Khalifah Mu'awiyah di negeri Syam berpuasa pada hari Jum'at sementara Ibnu Abbas di Madinah berpuasa pada hari sabtu. Ketika Kuraib bertanya kepada Ibnu Abbas ra. kenapa tidak bareng saja bersama Mu'awiyah, Ibnu Abbas ra. menjawab: Tidak, beginilah rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kami. (HR. Muslim no. 1819, At-Tirmidzi no. 629, An-Nasa'i no 2084 dan Abu Dawud no 1985)

Maksudnya adalah penduduk sebuah negara tidak harus beramal dengan ru'yahnya negara lain, seperti Ibnu Abbas di Madinah tidak beramal dengan ru'yahnya penduduk Syam. (As-Syaukani dalam Nailul Authar II/ 254). Itu artinya perbedaan tersebut pernah terjadi dan sah dalam pandangan agama selama memeiliki hujjah shahihah dan bukan karena mengikuti hawa nafsu.

Bagaimana Dengan Iedul Adhha?

Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, ibadah shaum dan haji ditentukan dengan munculnya hilal sebagai pijakan dalam menentukan ibadah-ibadah lainnya yang berkaitan dengan keduanya. Maka Allah Azza Wajalla menurunkan ayat-Nya : “Orang-orang bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hilal-hilal itu pertanda waktu (mawâqit) untuk manusia dan pelaksanaan ibadah haji” (QS. Al-Baqarah /2:189).

Dengan demikian, penentuan ibadah di bulan Dzulhijjah ini sangat tergantung kepada kapan bulan ini pertama kali muncul, dan kapan bulan sebelumnya (Dzulqa'dah) berakhir. Hal ini senada dengan Imam Asy-Syaukani, bahwa hilal itu ismun limâ yabdû fî awwalis Syahri wa fî âkhirihi,  nama bulan ketika baru muncul dan ketika berakhir. (Fathul Qadîr 1/240).

Dalam prakteknya, untuk menentukan ketetapan waktunya kaum muslimin masih dihadapkan kepada perbedaan, antara yang berpegang kepada hisâb haqîqî dan yang berpegang kepada ru'yatul hilâl (melihat hilal secara langsung). Untuk kasus penentuan hilal Ramdhan, kapan mulai shaum dan kapan mulai berbuka (iedul fithri) sudah sama-sama dimaklumi bahwa kaidah Anna likulli baladin ru'yatuhum (bahwa bagi tiap-tiap negeri sesuai dengan ru'yatnya) dapat dijadikan pegangan  yang cukup menenangkan, demikian pula dengan kaidah itsbâtul hâkim fî masâilil ijtihâdi yarfa'ul khilâf (penetapan seorang hakim atau waliyyul amri dalam masalah ijtihad dapat menghilangkan perbedaan). Bagaimana dengan perbedaan shaum 'Arafah dan Iedul Adhha?, masihkah kaidah-kaidah di atas dijadikan pegangan?

Mengingat penentuan wuquf 'Arafah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah Saudi Arabia, karena tempatnya ada di sana. Dalam hal ini, kaum muslimin, terutama para pemimpinnya masih belum ada kesepakatan, sehingga perbedaan ini nampaknya masih akan sering terjadi di setiap tahunnya seperti halnya tahun lalu, di mana pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia sudah mengumumkan bahwa wukuf 'arafah jatuh hari Jum'at, 29 Desember 2006 dan Iedul Adhha keesokan harinya, Sabtu, 30 Desember 2006. Sementara Departemen Agama RI dalam sidang itsbatnya (waktu itu) bersama sembilan ormas Islam memutuskan 10 Dzulhijjah 1427 H jatuh pada hari Ahad, 31 Desember 2006. (Lihat Republika, edisi Jum'at dan Sabtu 22-23 Desember 2006). Namun alhamdulillâh untuk pelaksanaan Iedul Adhha (10 Dzulhijjah 1430 H.) tahun ini, kaum muslimin tanah air dapat menunaikannya secara bersama-sama sesuai dengan ketentuan wuquf 'Arafah yang ditetapkan Kerajaan Saudi Arabia, yaitu hari Kamis 26 November 2009. Maka otomatis, pelaksanaan shalat Iedul Adhha 1430 H dilaksanakan hari Jum'at 27 November 2009.

Bahan Pertimbangan
Terjadinya perbedaan pelaksanaan Iedul Adhha, sudah lama terjadi. Tentunya sangat mempengaruhi kekhusyuan kaum muslimin dalam menjalankan ibadah tersebut (khususnya Shaum 'Arafah dan shalat Iedul Adhha serta hari-hari tasyrik bagi negara di luar Saudi Arabia). Hal inilah yang membuat Allah Yarham, DR. Mohammad Natsir sebagai anggota Majelis Ta'sîsî, Mudier Maktab dan penasehat umum Rabithah al-'Alam al-Islamy melayangkan suratnya tertanggal 23 Shafar 1396 H. dengan No. 109/2/76 kepada Sekjen Rabithah al-'Alam al-Islamy, M. Shaleh Qazzaz untuk mengeluarkan suatu penjelasan sehubungan masalah tersebut. Maka Sekjen Rabithah al-'Alam al-Islamy menyetujui usulan Syaikhul Azhar DR. Abdul Halim Mahmud yang berpendapat, ummat Islam sedunia, sebaiknya mempunyai satu pendapat dalam menentukan hari wuquf di 'Arafah, sehingga Hari Raya Haji dirayakan pada hari yang sama di seluruh dunia. Beliau menegaskan : “Jadi saya berpendapat, karena Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi telah memudahkan cara-cara berkomunikasi modern antara masing-masing Negara Islam, maka sebaiknya semua Negara itu berpedoman kepada ru'yah Saudi Arabia dalam menentukan permulaan bulan Dzulhijjah. Inilah pendirian yang dapat mempersatukan pendapat kaum muslimin seluruhnya dalam persoalan wuquf di 'Arafah” (diterjemahkan dari harian An-Nadwah oleh Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia Pusat).

Semoga Allah 'Azza Wajalla senantiasa mempertautkan hati kaum muslimin, memberikan ampunan (maghfirah) dan petunjuk-Nya (hidayah) serta menjadikan do'a-do'a mereka dikabulkan (mustajâbah, maqbûlah) di sisi-Nya. Allahumma Amien

H.T. Romly Qomarudddien MA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...