Tuesday, September 8, 2009

Sistem Religi Masyarakat Kampung Naga

Tulisan Ketujuh

A.    Agama dan Adat Istiadat
Masyarakat Kampung Naga adalah penganut agama Islam. Tidak ada perbedaan dengan penganut Islam lainnya, hanya saja sebagaimana masyarakat adat lainnya, mereka juga sangat patuh memegang adat istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Bagi masyarakat Kampung Naga, agama dan adat merupakan kendali dalam mengatur kehidupan mereka. Ketaatan mereka kepada agama merupakan kewajiban yang diturunkan leluhur mereka. Dan ini berarti juga bentuk ketaatan mereka kepada adat istiadat yang selama ini mereka pegang teguh. (Henhen Suhenri, Wakil Kuncen Kampung Naga, Wawancara, Tasikmalaya, 30 Juli 2007)

B.    Kepercayaan Dalam Keseharian Masyarakat
1.    Mitos Dan Etika Padi
Masyarakat Kampung Naga mempercayai adanya mitos padi. Dengan anggapan bahwa padi memiliki kedudukan sentral dalam kebutuhan hidup manusia. Tanaman padi langsung berada di bawah otoritas dan ayoman seorang Dewi, yang dikenal dengan nama Dewi Sri atau Nyai Pohaci. Adanya mitos ini sangat mempengaruhi respek dan tempat tertentu dalam dunia psikologis masyarakat Kampung Naga. Respek tersebut diekspresikan dalam berbagai bentuk etika perlakuan terhadap jenis tanaman dari spesies rumput-rumputan ini. (M. Ahman Sya dan Awan Mutakin, Masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya, hal. 70)

2.    Kawasan Sakral
Ada tiga daerah yang disakralkan oleh masyarakat Kampung Naga. Baik anggota masyarakat maupun para pendatang tidak diperkenankan untuk memasuki tiga daerah ini. Pamali (tabu) mereka menyebutnya. Tempat-tempat tersebut adalah:

a)    Hutan Keramat
Hutan keramat berada di sebelah barat perkampungan. Secara lokasi, hutan keramat berada lebih tinggi dibandingkan dengan perkampungan. Hutan ini masih terjaga kelestariannya. Masyarakat Kampung Naga tidak berani memasuki hutan ini kecuali pada saat pelaksanaan ritual Hajat Sasih. Hal ini disebabkan pelarangan adat kepada mereka.

Masyarakat Kampung Naga mempercayai bahwa hutan keramat merupakan tempat bersemayamnya para leluhur mereka. Oleh karena itulah pelaksanaan ritual Hajat Sasih dilaksanakan di hutan ini. Hutan keramat merupakan hutan tempat pemakaman Sembah Dalem Eyang Singaparna beserta para pengawal setianya.

b)    Hutan Larangan
Hutan larangan merupakan satu dari dua hutan yang disakralkan oleh masyarakat Kampung Naga. Hutan ini berada di sebelah timur perkampungan di seberang Sungai Ciwulan. Tidak berbeda dengan hutan keramat, hutan larangan juga terjaga kelestariannya. Masyarakat Kampung Naga memiliki kepercayaan bahwa hutan larangan merupakan tempat para dedemit yang dipindahkan oleh Sembah Dalem Eyang Singaparna ke hutan tersebut sebelum membangun perkampungan.

c)    Bumi Ageung
Bumi Ageung merupakan tempat sakral ketiga yang tidak boleh dimasuki oleh masyarakat kecuali oleh kuncen, punduh adat, lebe dan patunggon bumi ageung. Rumah ini berada di tengah-tengah antara hutan keramat dan hutan larangan. Bumi ageung mereka percayai sebagai kawasan netral yang berada antara sisi positif (hutan keramat) dan sisi negatif (hutan larangan) yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Naga.

3.    Hantu Dan Dedemit
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam (leuwi). Kemudian ririwa yaitu mahluk halus yang senang menganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut kuntlanak yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. 

Sistem kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud terdapat dalam kepercayaan bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan sasajen (sesaji). (Kampung Naga, website:  http://id.wikipedia.com, 23 Maret 2007)

4.    Hari-hari nahas
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap waktu, terwujud pada kepercayaan mereka akan apa yang disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap buruk, pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat penting seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan Rhamadhan. Selain itu perhitungan menentukan hari baik didasarkan kepada hari-hari nahas yang ada dalam setiap bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:

Muharam (Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11 dan 14
Sapar (Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1dan 20
Maulud hari (Rabiul Tsani) hari Sabtu-Minggu tanggal 1 dan 15
Silih Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10 dan 14
Jumalid Awal (Jumadil Awwal) hari Senin-Selasa tanggal 10 dan 20
Jumalid Akhir (Jumadil Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10 dan 14
Rajab hari (Rajab) hari Rabu-Kamis tanggal 12 dan 13
Rewah hari (Sya'ban) hari Rabu-Kamis tanggal 19 dan 20
Puasa/Ramadhan (Ramadhan) hari Rabu-Kamis tanggal 9 dan 11
Syawal (Syawal) hari Jum'at tanggal 10 dan 11
Hapit (Dzulqaidah) hari Jum'at tanggal 2 dan12
Rayagung (Dzulhijjah) hari Jum'at tanggal 6 dan 20 

Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tersebut tabu menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi. Selain perhitungan untuk menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain, didasarkan kepada hari-hari nahas yang terdapat pada setiap bulannya.





Bersambung…….

Sistem Religi Masyarakat Kampung Naga
Oleh: Yogi Hendra Kusnendar S.Sos.I

merupakan serpihan-serpihan tulisan
dari skripsi penulis berjudul:

Da’wah Dan Tradisi Lokal
 (Studi Hajat Sasih Pada Masyarakat Adat Kampung Naga, Tasikmalaya dan Strategi Da’wah Terhadap Masyarakatnya)

0 comments:

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak dan tidak boleh ada SARA
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga tali Silaturrahim kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Yogi Hendra Kusnendar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...