Tulisan Ketiga
Setiap masyarakat adat selalu mempunyai dua pemimpin. Pemimpin pertama sering disebut pemimpin formal, merupakan perpanjangan birokrasi. Sedangkan pemimpin yang kedua adalah Kepala Adat. Karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan birokrasi, kepala adat sering disebut pemimpin nonformal.
Gambaran struktur kepemimpinan nonformal di Kampung Naga adalah:
a) Kuncen
Kepala adat dalam masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Kuncen adalah juru kunci (tempat-tempat keramat dan sebagainya) yang juga mengetahui riwayat tempat yang dijaganya. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 541) Kata lain dalam bahasa Sunda sama dengan pancen atau tugas. Seorang Kuncen sama artinya dengan orang yang mengemban tugas atau pancen. Namun, karena sebagian besar tugas Kuncen dipegang oleh kaum laki-laki, mereka biasa disebut pula sebagai Pakuncen. (Her Suganda, Kampung Naga Mempertahankan Tradisi, hal.35)
Dalam masyarakat Kampung Naga, Kuncen merupakan pemangku adat sekaligus pemimpin masyarakat. (M. Ahman Sya dan Awan Mutakin, Masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya, hal. 36) Kuncen memiliki wewenang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakatnya, baik yang berhubungan dengan adat, maupun dengan tugas-tugas dari pemerintahan setempat. Tugas lain yang dimiliki Kuncen adalah bertanggung jawab untuk menjaga, melaksanakan dan memimpin acara-acara adat.
Kuncen merupakan orang terpilih yang ditentukan oleh sesepuh masyarakat Kampung Naga. Kuncen Kampung Naga diangkat berdasarkan keturunan dari Kuncen-Kuncen sebelumnya. Masa tugas Kuncen adalah selama hayat masih dikandung badan (seumur hidup). Kecuali dengan beberapa alasan diantaranya sudah terlalu tua, atau tidak bisa menetap di Kampung Naga, sehingga secara otomatis tidak secara langsung memimpin disana.
b) Lebe
Lebe atau amil adalah orang yang bertugas untuk mengurus orang yang sudah meninggal. Dia bertanggung jawab untuk mengurus mulai dari awal sampai akhir yaitu penguburan dan acara tahlilan. Selain itu, lebe juga bertugas menjadi pemimpin do’a dalam setiap acara ritual di Kampung Naga. (Maun, Punduh Adat Kampung Naga, Wawancara, Tasikmalaya, 30 Juli 2007)
c) Punduh adat
Punduh adat di Kampung Naga bertugas untuk ngurus laku meres gawe. Ngurus laku berarti mengurus dan memperhatikan perilaku masyarakat. Sedangkan meres gawe berarti bertanggung jawab memimpin pekerjaan bersama yang dilakukan masyarakat. Misalkan membangun rumah, memperbaiki mesjid, bale dan sebagainya. (Maun, Punduh Adat Kampung Naga, Wawancara, Tasikmalaya, 30 Juli 2007)
Selain itu tugas punduh adat adalah menjadi penasehat baik Kuncen maupun masyarakat. Punduh adat mempunyai hak untuk memberi masukan atau nasehat kepada Kuncen dalam mengambil keputusan. Bagi masyarakat punduh adat juga mempunyai wewenang untuk menasehati atau bahkan menegur masyarakat yang melanggar adat. Kesehariannya, punduh adat harus selalu berada di dalam kampung agar dapat selalu mengawasi detail kehidupan masyarakatnya.
d) Jajaran Sesepuh
Jajaran sesepuh merupakan korps sesepuh Kampung Naga. Termasuk didalamnya lebe dan punduh adat. Hanya saja jajaran sesepuh ini ditambah dengan sesepuh-sesepuh dari sanaga. Sanaga artinya masyarakat yang masih mengatut dan mengikut aturan-aturan adat yang ada di Kampung Naga. Sesepuh sanaga merupakan perpanjangan Kuncen. Mereka bertugas selain sebagai penasehat bagi Kuncen juga sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap sanaga jika ada acara-acara ritual di Kampung Naga, atau ada acara lain yang memerlukan bantuan mereka. (Henhen Suhenri, Wakil Kuncen Kampung Naga, Wawancara, Tasikmalaya, 03 Agustus 2007)
e) Patunggon Bumi Ageung
Patunggon Bumi Ageung merupakan wanita paruh baya yang menjadi penunggu Bumi Ageung. Wanita patunggon haruslah merupakan wanita yang sudah menapouse. Ia bertugas menjadi penjaga dan pemelihara Bumi Ageung. Selain itu ia juga yang nanti bertugas membawa kendi yang berisi air untuk dipakai berkumur oleh Kuncen dan lebe dalam rangkaian acara ritual Hajat Sasih.
Adapun pemimpin formal yang ada di Kampung Naga hanya terdiri dari satu ketua Rukun Tetangga (RT). Ia bertugas sebagaimana tugas-tugas RT di tempat lain. (Rismana, Ketua RT Kampung Naga, Wawancara, Tasikmalaya, 03 Agustus 2007) Hanya saja secara adat, ketua RT yang ada di Kampung Naga hanya pelaksana teknis dari hasil-hasil kompromi antara pemangku adat dengan pemerintah setempat. Setiap rencana kegiatan di kampung atau kegiatan yang diturunkan dari desa, senantiasa dibawa terlebih dahulu ke musyawarah kampung yang diadakan di bale kampung. Musyawarah dipimpin langsung oleh Kuncen, sementara anggota musyawarah terdiri dari para sesepuh Kampung Naga sebagai penasehat dan narasumber bagi Kuncen. (M. Ahman Sya dan Awan Mutakin, Masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya, hal. 36-37)
Bersambung…….
Pemangku Adat di Kampung Naga
Oleh: Yogi Hendra Kusnendar S.Sos.I
merupakan serpihan-serpihan tulisan
dari skripsi penulis berjudul:
Da’wah Dan Tradisi Lokal
(Studi Hajat Sasih Pada Masyarakat Adat Kampung Naga Tasikmalaya dan Strategi Da’wah Terhadap Masyarakatnya)
0 comments:
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak dan tidak boleh ada SARA
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga tali Silaturrahim kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Yogi Hendra Kusnendar