Kampung Naga; Eksotisme Wisata Budaya

Sampai di Kampung Naga, sekilas kita akan merasakan kembali berada pada zaman dimana manusia masih murni tanpa tersentuh hingar bingar modernisasi. Terletak di kota Tasikmalaya, kampung ini merupakan salah satu perkampungan yang sangat erat memegang tradisi mereka dari zaman ke zaman. Utuh dan menyatu tak tergerus lekangnya waktu.

Pantai Pangandaran

Mendengar kata Pangandaran, pasti terbayangkan ombak laut yang tenang, pasir putih dan wisata cagar alam yang ada disana. Objek wisata yang merupakan primadona pantai di Jawa Barat ini terletak di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran dengan jarak ± 92 km arah selatan kota Ciamis.

Green Canyon; Trip To Paradise

Jika merasa terlalu jauh berkunjung ke Grand Canyon yang ada di Amerika sana, sekarang Anda tidak perlu terlalu kecewa lagi. Indonesia ternyata juga memiliki Green Canyon yang tak kalah cantiknya. Objek wisata mengagumkan ini sebenarnya merupakan aliran dari sungai Cijulang yang melintas menembus gua yang penuh dengan keindahan pesona stalaktif dan stalakmitnya.

Kawah Putih

Di ketinggian Gunung Patuha, tersembunyi keindahan bekas kawah tua yang unik. Bau belerang akan menyambut Anda begitu tiba di tebing kawah, menjadi sajian yang tidak terpisahan ketika mengagumi kawah berwarna hijau muda yang dikelilingi oleh pasir putih serta riak air dalam kawah yang bertabur asap tipis serta sesekali letupan lumpur hidup, menjadikannya sebuah atraksi alam yang tiada duanya.

Gunung Tangkuban Parahu

Duduk dengan anggunnya mendominasi panorama Bandung utara, Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung berapi yang masih aktif di Jawa Barat. Berada di ketinggian 2084 m dpl, gunung berbentuk unik ini telah menarik banyak pengunjung selama puluhan tahun yang datang untuk melihat lebih dekat kawahnya, menikmati panorama lembah sekelilingnya, serta lebih akrab dengan cerita rakyatnya yang terkenal, Sangkuriang.

Wednesday, August 1, 2012

Men Sana in Corpore Sano (?)

Kata-kata ini begitu populer di telinga kita. Semenjak SD kita sudah diperkenalkan dengan ‘kata mutiara’ ini. Artinya kira-kira: “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.” Sedangkan jika ditarik kesimpulan secara terbalik (mafhum mukhalafah)-nya, mungkin akan kita artikan: Di dalam tubuh yang sakit terdapat jiwa yang sakit. Tapi maksud dari ucapan itu adalah motivasi bagi para atlet dan olahragawan. Agar mereka senantiasa meningkatkan prestasinya. Juga masyarakat gemar berolah raga. Di Olimpiade yang sering digunakan untuk pertandingan olah raga, pada masa jayanya periode Yunani, dari sanalah istilah ini berasal.

Penting mana, tubuh atau jiwa? Jika harus memilih salah satunya, mana yang akan kita pilih? Tubuh sehat dengan jiwa yang sakit, atau jiwa yang sehat dengan tubuh yang sakit? Kita tentu menginginkan yang ideal. Yakni tubuh dan jiwa yang sehat dan kuat, karena keduanya penting. Tubuh (fisik, jasmani, badan atau raga) memiliki fungsi yang penting. Karena kita menerima beban taklif adalah selama jiwa kita masih menghuni tubuh kita ini. Kita tidak dapat beribadah tanpa sehat jiwa raga. Dengannya kita melaksanakan kewajiban-kewajiban mulai dari shalat, bekerja, berhaji, berperang dan sebagainya. Juga bahwa aktifitas fisik juga dinilai sebagai ibadah. Tentu dengan niat yang Lillahi ta’ala.

Apakah jika tubuh sehat dan kuat, sudah pasti jiwa akan sehat pula? Dan, sebaliknya apakah jika tubuh tidak sehat, maka jiwa yang ada di dalamnya juga demikian?. Jawabannya: Belum tentu!. Betapa banyak orang yang secara fisik kasat mata sehat dan kuat, tapi jiwanya sakit. Entah stress, depresi, dan gila. Atau ‘sakit’ dalam arti hatinya berpenyakit (fi qulubihim maradhun), itulah hati orang-orang kafir (Al Baqarah/2: 10). Oleh karena itu kita tak usah minder dan terkagum-kagum melihat tubuh mereka itu.

 Dan jika kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh yang sebenarnya, maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? (Al Munafiqun/63: 4).
Fisik mereka memang mengagumkan. Akan tetapi, tubuh yang sehat dan kuat akan tanpa arti di hadapan Allah dan bahkan bisa menambah bilangan dosa jika tanpa jiwa dengan iman dan ilmu yang benar. Itulah yang terjadi dengan ketangguhan tentara kafir yang memusuhi Islam. Dengan kekuatanya mereka mencelakai umat ini.

Sebaliknya jasmani yang sehat dan kuat akan semakin membuat seseorang bertambah nilainya di hadapan Allah. Bermanfaat bagi kemaslahatan agama dan umatnya. Seperti itulah yang berlaku pada diri ‘Umar bin Khathab. Keperkasaannya ketika dia telah masuk Islam membuat umat yang tadinya sembunyi-sembunyi karena takut pada orang kafir berubah, tak ada lagi yang ditakuti setelah ‘Umar bergabung dalam barisan Islam. Masih banyak lagi pribadi-pribadi kuat seperti Khalid bin Walid (Sang Pedang Allah), Sa’d bin Abi Waqqash dan yang lainnya. Pribadi seperti inilah yang masuk dalam kategori “Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” Mereka itulah yang menorehkan prestasi tiada banding bagi Islam.

Keseimbangan Jiwa Raga
Kita tidak sepatutnya melalaikan kebutuhan fisik. “Tubuhmu mempunyai hak atasmu”, begitulah nasehat yang Rasul berikan pada orang yang ingin terus menerus berpuasa. Kepada orang yang ingin terus-menerus shalat sepanjang malam tanpa henti. Kebutuhannya harus dicukupkan, dengan cara mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang. Diistirahatkan dari kelelahan, dan dibugarkan dengan latihan.

Mengenai latihan fisik, ada teladan yang bisa diambil dari Rasulullah. Beliau mengajak Aisyah, istrinya, balapan lari. Beliau kalah kala Aisyah masih langsing, dan menebus ‘kekalahan’ beliau tersebut dengan mengalahkannya setelah Aisyah berlemak. Bahkan beliau mengizinkan diadakannya pertunjukan tarian perang suku Habasyah di dalam masjid. Waktu itu beliau menyangga Aisyah agar bisa melihatnya. Beliau sendiri adalah orang yang kuat. Suatu kali beliau melayani tantangan pegulat Rukanah dan mengalahkannya.  

Ketika banyak anak kecil waktu itu berkeinginan kuat untuk turut berperang, mereka (Samurah dan Rafi’) diuji, siapa yang menang bergulat, kuat membanting lawannya, dialah yang  diperkenankan ikut. Si bocah Salamah menjadi prajurit karena ketangkasannya berlari dengan cepat, keberanian dan kemahirannya memanah. Khusus mengenai memanah, Rasulullah bersabda, “Ketahuilah, bahwa kekuatan itu adalah memanah.” Beliau mengulang perkataan ini tiga kali, yang menunjukkan betapa pentingnya. (Mukhtashar Muslim, 110). Dan sabda lainnya: "Barangsiapa yang belajar melempar, lalu melupakannya, maka dia bukan termasuk golongan kami," ( HR. Muslim ).

Demikian pula dengan penunjukan Usamah bin Zaid yang masih belasan tahun menjadi panglima perang menjelang wafatnya Rasul, menunjukkan keseimbangan jiwa raganya sehingga layak memimpin peperangan.

Dalam Pendidikan
Pun dalam mendidik anak, dua faktor ini harus diselaraskan. Pengembangan jasmani dan rohani. Mengusahakan anak yang pintar, cerdas, berakhlaq mulia. Dengan fisik yang sehat dan kuat. Adalah tepat lembaga-lembaga pendidikan kita yang sudah menerapkan konsep itu. Seperti pesantren-pesantren atau sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu, pengetahuan dan teknologi, juga membekali para murid dengan berbagai ketangkasan dan keterampilan. Seperti bela diri, renang, atletik, mengendarai kuda dan lain-lain. Suatu saat semua itu akan berguna.

Bukankah para pendahulu agama ini menyarankan agar mengajarkan anak-anak memanah, menunggang kuda dan berenang. Perintah ini mengandung pandangan yang jauh ke depan (visioner). Karena kita sebagai umat Muhammad harus mendakwahkan agama ini ke segenap penjuru bumi. Dari timur hingga barat, utara dan selatan. Sebagaimana janji Allah bahwa bumi ini akan diwariskan kepada orang-orang shalih. Maka perintah mengajari anak berenang, memanah dan naik kuda oleh ‘orang-orang gurun’ dahulu kala adalah suatu pengharapan yang amat besar. Sekaligus sebagai doa untuk anak cucu kita nanti, bahwa mereka akan menguasai semua penjuru bumi, sebagaimana janji-Nya.

Oleh karenanya, anak-anak harus dididik dan diarahkan sejak dini. Karena sejatinya dalam diri mereka terkandung potensi yang besar. Supaya potensi itu tidak dilampiaskan pada penyaluran yang salah. Seperti dengan terjadinya tawuran antar pelajar. Tawuran bisa jadi merupakan wujud dari keberanian yang salah penempatan. Karena dalam tawuran itu yang saling berhadapan adalah anak-anak didik kita. Begitu juga dengan korban yang jatuh. Tapi betapa mirisnya jika hal itu justru wujud dari sifat pengecut yang tidak berani menghadapi lawan secara jantan, kecuali dengan main keroyokan. Dan inilah barangkali hasil pendidikan kita yang belum mengena. Alangkah bagusnya andai yang mereka lawan adalah para musuh Allah, musuh agama ini.

Pendidikan bertujuan menemu-kenali, menggali dan mengarahkan potensi peserta didik. Menjadikan mereka insan-insan yang siap melanjutkan estafet kekhalifahan manusia di muka bumi. Sekali lagi mereka harus dibekali dengan cukup. Karena mereka akan hidup pada masa yang berbeda dengan masa hidup kita. Berbagai ilmu dan teknologi yang berlandaskan keimanan disemaikan dari kecil diberikan secara komprehensif. Dengan fisik yang kuat tak gampang terserang penyakit yang akan menjadi penghambat. Keberanian mereka harus selalu dipupuk, agar tak ada rasa takut terhadap musuh.

Penumbuhan keberanian itulah yang menjadikan persiapan jasadiah akan benar-benar berguna. Sebab tanpa itu, percuma fisik dilatih, ia tak tahu akan diarahkan kemana. Arahnya jadi tidak jelas. Dalam peperangan, senjata adalah nomor dua setelah keberanian. Karena senjata bisa dicari dan diusahakan. Seperti kita lihat, dengan persenjataan seadanya, para mujahidin bisa menggentarkan musuh yang membawa senjata jauh lebih canggih. Dengan izin Allah!

Diterbitkan oleh Buletin Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah
Penulis: Fathur Rahman

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...